Krisis energi telah terjadi pada zaman ini, hal ini terjadi di Negara maju maupun Negara berkembang, beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya krisis energi diantaranya adalah tingginya populasi penduduk, Penduduk Indonesia pada tahun 2014 menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) diperkirakan mencapai 240 jutajiwa, laju pertumbuhan penduduk (LPP) mencapai 1,49 persen per tahun, dengan meningkatnya populasi penduduk ini, tentu kebutuhan akan energi semakin meningkat. Selain tingginya populasi penduduk, meningkatnya sektor industri juga menyebabkan terjadinya krisis energi, hal ini disebabkan karena industri adalah sektor yang paling besar dalam konsumsi energi.
Sumber: http://apakabarsidimpuan.com/ |
Perlu disadari pula bahwa potensi minyak Indonesia hanya 0,3 % dari potensi dunia. Sedangkan gas bumi hanya sekitar 1,7 %. Data dari SKKMigas menyebutkan potensi minyak di Indonesia adalah 321 miliar barel dimana produksi pertahunnya 300 juta barel sehingga diperkirakan jika tidak ditemukan cadangan lagi maka minyak bumi akan habis dalam 12 tahun lagi, sementara potensi gas bumi di Inonesia sebanyak 507 TSCF dengan produksi per tahunnya 2,7 TSCF sehingga diperkirakan gas bumi akan habis dalam 44 tahun lagi jika tidak ditemukan cadangan lagi.
Disisi lain kebutuhan energi Indonesia naik sekitar 7 % per tahun, sehingga pada tahun 2025 dibutuhkan tambahan energi 180% dari sekarang. melihat fakta ini, perlu ada solusi nyata untuk menjaga ketahanan dan kemandirian energi di masa depan. Jika tidak, Indonesia akan sangat tergantung pada pihak lain dalam memenuhi kebutuhan energi domestik. Konservasi dan disversifikasi energi diperlukan sebagai solusi dalam ketahanan energi nasional, dengan melakukan konservasi energi kita dapat menghemat energi sebesar 5%-30%. (Departemen pertambangan dan energi, 1986).
Indonesia sebenarnya masih mempunyai cadangan batubara sebesar 57,8 miliar tahun dengan produksi pertahunnya 132 juta ton sehingga akan habis dalam 146 tahun lagi, tetapi pemakaian batubara kurang disukai karena tingkat polusinya lebih tinggi. Itulah mengapa Indonesia butuh sumber energi lain di luar energi fosil yang selama ini banyak dimanfaatkan.
Salah satu solusi dalam menghadapi krisis energi adalah dengan konservasi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG), dari data yang dijelaskan diatas, saat ini Indonesia memproduksi gas kurang lebih 2,7 triliun kaki kubik per hari, dimana sebagian besar diekspor karena tatanan kebijakan selama ini pemerintah lebih focus pada upaya memenuhi pasar internasional, bahkan lebih dari dua decade Indonesia menjadi Negara pemasok utama gas ke Negara-negara seperti Jepang, Korea dan lainnya.
Menurut Aman Mostman, salah satu dosen di teknik Fisika ITB, penggunaan Gas Bumi lebih murah, dan juga lebih ramah lingkungan dan lebih efisien 10-30 persen apabila digunakan sebagai energi alternatif, gas bumi juga lebih ekonomis dibandingkan minyak, harga BBM per MMBTU ( Million Metric British Thermal Unit) sebesar 24 dolar AS, sedangkan gas bumi berkisar 13 dolar AS per MMBTU. Hal ini menjadi ironi di Indonesia, dimana masyarakat menggunakan bahan bakar minyak yang harganya mahal sedangkan gas bumi yang harganya relatif murah malah dinikmati oleh orang dari negera lain.
Solusi lain adalah dengan mengembangkan dan menggunakan bahan bakar hidrokarbon non konvensional, disebut non konvensional karena keberadaan resource-nya di alam dan beberapa sifat fisiknya berbeda dengan minyak dan gas konvensional yang ada. Ada berbagai macam hidrokarbon non konvensional diantaranya coal bed methane (CBM) / gas metana batubara (GMB), shale gas, shale oil, tight gas, tight oil, gas hydrate, sour gas (gas dengan kandungan Hidrogen Sulfida /H2S), disini hanya akan dibahas mengenai coal bed methane(CBM) atau gas metana batu bara dan shale gas karena keduanya baru dikembangkan di Indonesia.
GMB dikenal sebagai sumber energi ramah lingkungan, dimana gas metana merupakan komponen utamanya yang terjadi secara alamiah dalam proses pembentukan batubara (coalifi cation). GMB hampir sama dengan gas bumi pada umumnya bedanya, GMB terbentuk dan tersimpan dalam batubara yang berfungsi sebagai reservoir dan batuan sumber (source rock). Shale gas adalah gas alam yang dihasilkan dan terperangkap dari serpih yang biasanya berfungsi ganda sebagai reservoar dan sumber untuk gas alam atau gas bumi. Serpih ini umumnya berasal dari fasies lumpur laut dangkal.
GMB di Indonesia sudah masuk dalam tahap produksi, potensi cadangan gas metana batubara di Indonesia diperkirakan mencapai 453 triliun kaki kubik. Data ini mendorong peningkatan program eksplorasi gas metana batubara di Indonesia. Pada tahun 2008 terdapat 54 wilayah kerja (WK), dan pada tahun 2013 sudah terdapat 54 WK. Berdasarkan roadmap SKKMigas, produksi gas metana batubara pada tahun 2015 ditargetkan mencapai 500 juta kaki kubik per hari dan naik menjadi 1 miliar juta kaki per hari pada tahun 2020. Sedangkan Shale gas di Indonesia belum dikembangkan secara optimal sebagai sumber energi alternatif. Tahapan yang sedang dilakukan sampai saat ini adalah studi potensi sumberdaya. Penelitian yang dilakukan dibagi dalam dua katagori yakni penelitian potensi sumberdaya shale gassecara regional dan yang lain difokuskan pada evaluasi lahan yang lebih sempit.
Selain itu solusi lain yaitu dengan mengembangkan energi terbarukan (Renewable Energi), salah satunya adalah panas bumi (Geothermal), posisi geografis Indonesia yang terletak di pertemuan 3 lempeng utama dunia mengakibatkan banyaknya terbentuk gunungapi di wilayah Indonesia, sehingga indonesia mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan panas bumi atau geothermal karena sumber geothermal di asosiasikan dengan terbentuknya gunungapi, potensi panas bumi Indonesia mencapai 28.543 MW atau sekitar 40% dari potensi dunia, namun saat ini masih 1.189 MW yang sudah dikembangkan atau sekitar 4 % dari total keseluruhan.
Kesimpulannya, kebutuhan akan energi semakin tahun semakin meningkat, kebutuhan energi sangat tergantung pada migas, disisi lain produksi migas semakin menurun sehingga menyebabkan terjadinya krisis energi, disversifikasi energi diperlukan sebagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan krisis energi, diantaranya konversi BBM ke BBG, mengembangkan hidrokarbon non konvensional, dan mengembangkan energi terbarukan khususnya energi panas bumi (geothermal).
{ 0 komentar ... read them below or add one }
Posting Komentar