Orang bisa merasa ramai di tempat sepi atau sebaliknya merasa kesepian di tengah situasi yang ramai. Dan, di dunia ini ada bermacam pribadi yang berbeda.
Sejenak, mari kita tidak bicara soal penyakit atau algoritma terapi. Mari kita bicara soal hidup dan esensi pikiran manusia yang menyertai sebuah kehidupan. Dan itulah yang terjadi ketika berhadapan dengan DR. Dr. Tjahjono Darminto Gondhowiardjo, Sp.M(K). Berbicara dengannya seperti diajak menelaah hati tentang melihat hidup dari arah yang berbeda. Dan pikiran manusia, memiliki kemampuan maha dahsyat untuk melihat kehidupan menurut warnanya sendiri.
"Suatu kali saya berkata kepada anak saya, jadilah seperti elang yang mampu terbang tinggi, meski dia sendirian. Sementara di alam, bebek atau burung yang selalu berkelompok biasanya susahterbang tinggi," kata Tjahjono kepada anak keduanya, Aryateja Gondhowiardjo, BSc. Commerce, M.Int.Buss, yang saat itu masih duduk di kelas 6 SD. Ia ingin menanamkan kebanggan seekor elang kepada anaknya. Tak dinyana, sang anak menjawab, "Kalo bebek dagingnya bisa kita makan, telurnya juga bisa, bulunya bisa kita manfaatkan. Tapi kalo elang?"
Tjahjono cuma mampu terpana. Dan ia tahu pasti, hidup itu masing-masing punya pembeda. Sang anak, justru melihat ungkapan Tjahjono dari perspektifnya sendiri, tentang bagaimana makhluk bisa berguna bagi sesamanya. Dan itu sama sekali tidak salah!
Pada akhirnya pria kelahiran Semarang, 7 Maret 1955 ini pun menyadari pemikiran-pemikiran seperti itulah yang akan mengikuti langkah ke depan yang diayunkan seseorang, untuk menentukan seberapa jauh orang melangkah. "Orang bisa merasa ramai di tempat sepi atau sebaliknya merasa kesepian di tengah situasi yang ramai. Dan, di dunia ini ada bermacam pribadi yang berbeda : ada yang aktif melakukan, ada yang menjadi pemikir, pragmatis, memiliki kemampuan abstrak, atau kemampuan konkrit. Jika setiap kita tidak menelaah siapa kita, kita nggak akan pernah sampai pada talenta yang kita punya. Apakah karena kurangnya tantangan, kesempatan, atau kemampuan yang tak terbangkitkan," urai mantan Kepala Departemen Ilmu Penyakit Mata FKUI/RSCM ini.
Breaks the internal shell
Kepergiannya ke Belanda tahun 1990 untuk memperdalam bidang mata, justru membuatnya dapat dengan lugas menuliskan semua pikirannya tentang hidup dan kehidupan, tentang setiap langkah yang telah ia jalani. Dan inilah yang ia torehkan, hingga ia sampai di titik kehidupannya di negara kincir angin tersebut : People, by routine only come from one night's sleep to another sleep. To be conscious, a man needs to breaks his own internal shell. 27 April 1992.
Tak cuma dari penelusurannya pada dirinya, ia bisa saja menyelami kata bijak baik dari kartun Doraemon atau cerita Alice in Wonderland sekalipun. Hasil pemikirannya pula yang membuat ia menyelesaikan jenjang doktor dalam waktu singkat 1,5 tahun. Ia menetapkan tujuan dan target dalam hidupnya, "Kalau Anda nggak tahu akan ke mana, maka Anda nggak akan mampu berfikir," kata Ketua Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan ini.
Peristiwa demi peristiwa dalam hidup sejatinya mempengaruhi pencapaiannya saat ini. Ketika lulus dari FKUI tahun 1980, ia menjalani tugas sebagai dokter di Ambon, Maluku. Sebenarnya, ia dan istri Prof. DR. Dr. Soehartati Argadikoesoema, Sp.R(K) Onk-Rad ingin sekali ditempatkan di Irian Jaya. Darah mudanya bersama istri ingin mencari petualangan di pelosok sana sebagai ahli medis. Namun ia akhirnya menerima penempatan di Ambon.
"Saya enjoy di daerah," katanya. Tapi, ia melihat kenyataan, sebaik apapun ia bekerja di daerah, maka yang dipromosikan adalah putra daerah. Ia bisa menikmati fasilitas rumah dan kendaraan karena memang tidak ada yang menggunakan fasitas tersebut. Namun ketika datang dokter spesialis ke area kerjanya, maka semua fasilitas itu diambil. Hal lain, ia banyak mengerjakan pembedahan di Maluku. "Esoknya saya tanya pada pasien, Bapak tahu siapa dokter yang mengoperasi Bapak? Si pasien menjawab, tidak tahu," kata Ketua Bidang Pembinaan Teknis Medis Perkumpulan Penyantun Mata Tumanetra Indonesia/Bank Mata ini. Tjahjono kemudian berfikir, secara materi dia tidak mendapatkan imbalan, ditambah lagi pasien pun tidak mengingat jasa dia. Status Tjahjono di Ambon memang sebagai pegawai Departemen Kesehatan, yang tidak dibayar baik oleh Pemda atau RSUD untuk jasa medis yang ia kerjakan.
Meski ia mengaku menikmati tugasnya dan tidak mempermasalahkan hal-hal tersebut di atas, mantan Wakil Direktur Pendidikan dan Riset RS Jakarta Eye Center ini akhirnya berfikir bahwa lebih baik ia mengambil spesialis. Bidang mata ia pilih karena ia pernah menangani kasus mata pecah, dan ia menyadari begitu tergantungnya manusia pada indra yang satu ini, namun banyak orang yang mengabaikan kesehatan mata.
Bicara tentang mata, bidang yang menjadi bidangnya, akan menjadi waktu tanpa jeda membeberkan masalah yang saling tertaut di negeri ini. Terkadang, meski tenang, emosinya muncul menggambarkan betapa negeri ini sejajar dengan negara di Afrika sana, negara yang televisi kerap diidentikkan dengan kekeringan, kelaparan, dan tubuh penduduk yang berbalut kulit pada tulangnya.
Dan anggota ASEAN Eye Hospital Association ini tidak sekedar berbicara. Sebagai Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (Perdami) ia banyak menyelenggarakan berbagai kegiatan untuk mengurangi angka yang 'menyeramkan' mengenai penyakit mata di Indonesia. Perdami menjalin kerjasama dengan Mata Hati secara rutin membuat acara peduli kesehatan mata dengan didukung berbagai pihak seperti Kompas Gramedia, Lions Club, Standard Chartered Bank, SCTV, atau pihak-pihak lain. Dan bagi dokter, menurut Tjahjono, mengikuti acara-acara semacam itu adalah sebagai bentuk pengamalan ilmu dan kesempatan berlatih.
Pemimpin bak raja monyet
Dengan keahliannya, maka tak heran Tjahjono banyak menduduki jabatan tertentu, baik yang terkait dengan mata, bidang yang digelutinya, hingga saat ini menjadi Direktur Pengembangan dan Pemasaran RSCM. Dan ia mengatakan apa yang dilakukannya semata-mata merupakan 'sacrified' sebagai bentuk tanggung jawab pada komunitas. "Begitu jadi pimpinan, Anda harus sacrified. Di Indonesia pemimpin itu kayak raja monyet. Dari atas pohon, ia akan melihat rakyatnya di bawah begitu banyak. Tapi rakyatnya yang di bawah, melihat pemimpinnya hanya bokongnya saja," kata anggota tim dokter kepresidenan ini.
Ia tahu, dengan berbagai kesibukannya, ia hanya memiliki waktu terbatas untuk keluarganya. "Tapi semua bisa dikompensasi dengan kualitas," ujarnya. Saat anak-anaknya masih kecil, ia menetapkan tidak praktek pada hari Rabu dan Sabtu dan memilih menghabiskan waktu bersama anak dan keluarganya. Ia memiliki tiga anak : Argadita Gondhowiardjo, MA, Aryateja Gondhowiardjo, BSc. Commerce, M.Int.Buss, dan Arunaya Gondhowiardjo.
"Anak saya yang paling besar jika malam minggu juga lebih memilih berkumpul dengan keluarga ketimbang bersama teman-teman atau pacarnya," kata mantan anggota Dewan Riset Nasional ini. Bersama keluarga, ia menghabiskan waktu dengan mengobrol, main, atau aktivitas lain seperti pergi ke kampung-kampung atau pegunungan. Bahkan, cuti yang ambil, ia habiskan dengan cara travelling bersama keluarga keliling Jawa. Sambil travelling, ia mengasah pola pikir ketiga anaknya.
Anak-anak Tjahjono, belum ada yang mengikuti jejak bapak ibunya sebagai seorang dokter. Anak pertama mengambil master multimedia, sedangkan yang kedua lebih tertarik pada bidang bisnis. "Yang ketiga malah berkeinginan untuk mendalami animasi komik," ujarnya. Sambil menyitir syair Khalil Gibran, ia tahu, yang diungkapkan penyair besar itu benar adanya.
Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu.
Mereka adalah putra putri dari kehidupan yang merindukan dirinya sendiri,
Mereka datang melaluimu tetapi bukan darimu,
Dan walaupun mereka tinggal bersamamu, mereka bukanlah milikmu.
Kau dapat memberikan kasih-sayangmu tetapi tidak pikiranmu,
Karena mereka mempunyai pemikiran sendiri.
{ 0 komentar ... read them below or add one }
Posting Komentar