Di Indonesia batubara terbentuk pada cekungan sedimen berumur Permo-Karbon sampai Tersier (Neogen dan Paleogen). Sebagian besar batubara berumur muda (Neogen), berupa batubara lignit dan subbituminus dengan nilai kalori rendah dan sedang. Akan tetapi di beberapa tempat, seperti di daerah Bukit Asam dan Kubah Pinang (Sangata), pada lapisan batubara yang sama sebagian mendapat pengaruh panas dari intrusi magma, menyebabkan kualitasnya meningkat, sehingga ada yang mencapai peringkat antrasit.
Dua tahap penting yang dapat dibedakan untuk mempelajari genesa batubara adalah gambut dan batubara. Dua tahap ini merupakan hasil dari suatu proses yang berurutan terhadap bahan dasar yang sama (tumbuhan). Secara definisi dapat diterangkan sebagai berikut (Wolf, 1984):
- Gambut adalah batuan sedimen organik yang dapat terbakar, berasal dari tumpukan hancuran atau bagian dari tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam kondisi tertutup udara (di bawah air), tidak padat, kandungan air lebih dari 75% (berat) dan kandungan mineral lebih kecil dari 50% dalam kondisi kering.
- Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhan, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya terkena proses fisika dan kimia, yang mana mengakibatkan pengkayaan kandungan karbonnya.
Batubara terbentuk dari hasil pengawetan sisa-sisa tanaman purba dan menjadi padat setelah tertimbun oleh lapisan di atasnya. Pengawetan sisa-sisa tanaman ini sangat dipengaruhi oleh proses biokimia, yaitu pengubahan oleh bakteri. Akibat pengubahan oleh bakteri tersebut, bahan sisa-sisa tanaman kemudian terkumpul sebagai suatu massa yang mampat, yang disebut gambut. Proses pembentukan gambut terjadi karena akumulasi sisa-sisa tanaman, tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa-rawa, dengan sistem drainase kedalaman 0,5 – 0,1 m. Selanjutnya oleh aktivitas bakteri anaerobik dan jamur, bahan tersebut akan membusuk, berubah menjadi gambut. Pada tahapan ini yang berperan adalah proses biokimia atau diagenetik.
Gambar 1. Skema Pembentukan Batubara
Gambut yang telah terbentuk lambat laun tertimbun oleh endapan-endapan seperti batulempung, batulanau, dan batupasir. Seiring berjalannya waktu, gambut ini akan mengalami perubahan sifat fisik dan kimia akibat pengaruh tekanan dan temperatur, sehingga berubah menjadi batubara. Proses perubahan dari gambut menjadi batubara dikenal dengan nama proses pembatubaraan. Pada tahap ini proses pembentukan batubara lebih didominasi oleh proses geokimia dan fisika yang berpengaruh besar terhadap perubahan gambut menjadi batubara lignit, batubara bituminus, sampai batubara antrasit.
Gambar 2. Peringkat (rank) dan proses sederhana terbentuknya batubara
Pematangan bahan organik terjadi dengan cepat seiring bertambahnya kedalaman batubara. Hal ini disebabkan temperatur bumi semakin dalam akan semakin panas. Pematangan bahan organik juga dapat terjadi apabila terdapat gesekan akibat tektonik. Waktu pemanasan juga merupakan hal yang berpengaruh terhadap tingkat pematangan batubara, waktu pemanasan yang lebih lama akan menghasilkan tingkat pematangan batubara yang lebih tinggi. Oleh karena itu, batubara yang berumur lebih tua akan mempunyai tingkat pembatubaraan yang lebih tinggi. Tekanan juga mempunyai pengaruh terhadap proses pematangan batubara, hanya saja pengaruhnya relatif kecil bila dibandingkan dengan temperatur dan waktu. Dalam hal ini tekanan hanya berfungsi untuk memadatkan bahan organik dan mengurangi kandungan air di dalamnya.
Pada tahapan geokimia atau metamorfik, perubahan pada batubara yang terjadi adalah penambahan kandungan karbon, pengurangan kandungan hidrogen, dan oksigen, serta menghasilkan hilangnya zat terbang. Hal ini diteruskan dengan berkurangnya air dan kompaksi, menghasilkan pengurangan volume batubara. Produk dari tahap ini adalah gas metan, karbondioksida, dan air. Semakin tinggi derajat pembatubaraan, maka akan semakin banyak gas metan, semakin sedikit karbondioksida dan air.
Pada tahapan geokimia atau metamorfik, perubahan pada batubara yang terjadi adalah penambahan kandungan karbon, pengurangan kandungan hidrogen, dan oksigen, serta menghasilkan hilangnya zat terbang. Hal ini diteruskan dengan berkurangnya air dan kompaksi, menghasilkan pengurangan volume batubara. Produk dari tahap ini adalah gas metan, karbondioksida, dan air. Semakin tinggi derajat pembatubaraan, maka akan semakin banyak gas metan, semakin sedikit karbondioksida dan air.
{ 0 komentar ... read them below or add one }
Posting Komentar