Ketika batubara hanya diperlakukan sebagai bahan energi yang dapat dibakar langsung, dicari dan dimanfaatkan dengan mudah, maka hasil yang diperoleh akan menjadi terlalu murah. Sementara apabila yang dikejar adalah nilai optimal dari manfaat batubara dimana nilai tambah berlipat ganda batubara dapat lebih banyak diupayakan, maka teknologi pengolahan dan ilmu pengetahuan tentang batubara lebih banyak yang harus kita kuasai.
Batubara tidak hanya sekedar batu alam yang apabila dibakar bisa membara mengeluarkan api untuk sumber energi, akan tetapi dapat menjadi bahan bakar gas dan bahan bakar cair yang bersih lingkungan. Selain itu batubara dapat menjadi produk bahan kimia untuk keperluan industri yang lebih hilir.
Selama ini batubara dianggap sebagai sumber daya energi tidak terbarukan kurang ramah lingkungan, yang akan segera habis apabila dimanfaatkan. Akan tetapi dengan perkembangan teknologi eksplorasi, pengolahan, dan pemanfaatan batubara, maka dapat dihasilkan energi turunannya yang lebih ramah lingkungan dan diolah menghasilkan energi baru yang lebih efisien, sehingga bisa memperpanjang umur ketersediaan batubara, bahkan dengan bioteknologi dapat direkayasa menjadi energi terbarukan.
Gambar 1. Tambang batubara PT Adaro (Sumber : www.adaro.com)
Beberapa metode teknologi pengolahan untuk mendapatkan nilai optimal dari manfaat batubara antara lain yaitu :
- PLTU Batubara
- Gasifikasi Batubara
- Underground Coal Gasification
- Pencairan Batubara
- Upgrade Brown Coal
- Batubara bahan Biorenewable Energy
Akumulasi nilai tambah berlipat ganda sumber daya alam tidak terjadi di tempat sumber daya alam terbentuk, melainkan di pasar atau tempat komoditas dimanfaatkan. Dari banyak negara kaya, beberapa di antaranya sangat miskin sumber daya alam, ekonominya tumbuh dan berkembang pesat dari industri dengan mengimpor bahan baku, bahkan tidak hanya membeli bahan baku akan tetapi juga memiliki konsesi untuk mengeksploitasi sumber daya alam di negara lain termasuk di Indonesia. Nilai tambah berlipat ganda dari sumber daya alam terjadi dan dinikmati negara tersebut.
Diperlukan waktu jutaan tahun untuk proses pembentukan batubara. Sebagian besar batubara Indonesia berumur Tersier, atau sekitar 30 juta tahun. Harga Batubara Acuan (HBA) bulan April 2011 yang ditetapkan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM yaitu US$ 122,02/ton atau sekitar Rp 1050/kg. Apabila mempertimbangkan proses panjang pembentukan batubara, risiko lingkungan akibat penambangan, serta merupakan energi yang tidak terbarukan, maka nilai harga jual seribu limapuluh rupiah per kilogram tersebut belum merupakan harga yang istimewa apabila misalnya kita bandingkan harga singkong sekitar Rp 4000/kg dengan waktu tanam hanya sekitar empat bulan dan bisa tumbuh nyaris tanpa memerlukan perawatan.
Ketersediaan akan energi menjadi isu global, dimana dengan pertumbuhan penduduk yang masih pesat dan munculnya negara industri baru, semakin meningkatkan kebutuhan akan energi, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun menggerakkan industri. Sumber daya batubara yang demikian besar di Indonesia merupakan komoditas yang sangat strategis, merupakan modal pembangunan dan kekuatan negara, sehingga menjadi tantangan bagi kita, tidak hanya semata digunakan langsung untuk bahan bakar, apalagi diekspor tanpa menghasilkan nilai tambah sama sekali, akan tetapi harus menghasilkan nilai tambah dan efek ekonomi berganda yang besar sebagai penggerak percepatan pembangunan.
Gambar 2. Total suplai energi dunia (Sumber: www.worldbioenergy.com)
Meskipun selama ini dianggap sebagai bahan penghasil energi yang tidak ramah lingkungan, akan tetapi batubara penyumbang kedua akan kebutuhan energi dunia. Penggunaan batubara yang demikian besar, baik penggunaan di dalam negeri maupun luar negeri, sebagai salah satu penyumbang emisi gas karbon yang akan berdampak global. Jepang dengan kebijakan lingkungannya yang sangat ketat, merupakan pengimpor batubara terbesar dari Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negerinya.
Sumber : Suparto, J.K, 2011, Mengejar Nilai Tambah Batubara, Geomagz, Badan Geologi ESDM
{ 0 komentar ... read them below or add one }
Posting Komentar