Alterasi & Mineralisasi

Diposting oleh Selamat datang di blog on Rabu, 30 Desember 2009

Beberapa model genetik endapan mineral terutama endapan logam yang telah diajukan oleh ahli geologi pertambangan, kesemuanya untuk menjelaskan proses dan karakteristik suatu jebakan. Pada dasarnya semua model yang diajukan tersebut menekankan hubungan antara terjadinya intrusi plutonik dan endapan bijih yang terbentuk serta berdasarkan pada model megmatik – hidrotermal.

Lowell dan Guilbert (1970), membuat suatu model genetik endapan tembaga porfiri dan asosiasi logam sulfida berdasarkan penyelidikan terhadap urutan zona alterasi – mineralisasi di San Manuel – Kalamazo dan mencatatkan bahwa pada sebagian besar endapan bijih terdapat hubungan yang sangat erat antara batuan induk, tubuh bijih dan batuan samping. Hal ini terlihat dari adanya hubungan dan asosiasi antara urutan zona alterasi dan mineralisasi yang terjadi baik pada tubuh intrusi sebagai batuan induk atau batuan sumber (“source rock) maupun pada batuan samping (“wall rock”).

Zona Alterasi hidrotermal dapat terbagi menjadi 5 Zona berdasarkan kumpulan mineral ubahannya, yaitu :

1. Zona Potasik ("Potassic Zone”)

Zona potasik merupakan zona alterasi yang berada pada bagian dalam suatu sistem hidrotermal dengan kedalaman bervariasi yang umumnya lebih dari beberapa ratus meter. Zona alterasi ini dicirikan oleh mineral ubahan berupa biotit sekunder, K Feldspar, kuarsa, serisit dan magnetite. Mineral logam sulfida berupa pirit dan kalkopirit dengan perbandingan 1:1 hingga 3:1, bentuk endapan dapat juga dijumpai dalam bentuk mikroveinlet serta dalam bentuk menyebar (“disseminated”).

Pembentukkan biotit sekunder ini dapat terbentuk akibat reaksi antara mineral mafik terutama hornblende dengan larutan hidrotermal yang kemudian menghasilkan biotit, feldspar maupun pyroksin.

Selain biotisasi tersebut mineral klorit muncul sebagai penciri zona ubahan potasik ini. Klorit merupakan mineral ubahan dari mineral mafik terutama piroksin, hornblende maupun biotit, hal ini dapat dilihat bentuk awal dari mineral piroksin terlihat jelas mineral piroksin tersebut telah mengalami ubahan menjadi klorit. Pembentukkan mineral klorit ini karena reaksi antara mineral piroksin dengan larutan hidrotermal yang kemudian membentuk klorit, feldspar, serta mineral logam berupa magnetit dan hematit.

Alterasi ini diakibat oleh penambahan unsur pottasium pada proses metasomatis dan disertai dengan banyak atau sediktnya unsur kalsium dan sodium didalam batuan yang kaya akan mineral aluminosilikat. Sedangkan klorit, aktinolite, dan garnet kadang dijumpai dalam jumlah yang sedikit. Mineralisasi yang umumnya dijumpai pada zona ubahan potasik ini berbentuk menyebar dimana mineral tersebut merupakan mineral – mineral sulfida yang terdiri atas pyrite maupun kalkopirit dengan pertimbangan yang relatif sama.

Bentuk endapan berupa hamburan dan veinlet yang dijumpai pada zona potasik ini disebabkan oleh pengaruh matasomatik atau rekristalisasi yang terjadi pada batuan induk ataupun adanya intervensi daripada larutan magma sisa (larutan hidrotermal) melalui pori-pori batuan dan seterusnya berdifusi dan mengkristal pada rekahan batuan.

2. Zona Alterasi Serisit (“Phlic Zone”)

Zona alterasi ini biasanya terletak pada bagian luar dari zona potasik. Batas zona alterasi ini berbentuk circular yang mengelilingi zona potasik yang berkembang pada intrusi. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral serisit dan kuarsa sebagai mineral utama dengan mineral pyrite yang melimpah serta sejumlah anhidrit. Mineral serisit terbentuk pada proses hidrogen metasomatis yang merupakan dasar dari alterasi serisit yang menyebabkan mineral feldspar yang stabil menjadi rusak dan teralterasi menjadi serisit dengan penambahan unsur H+, menjadi mineral phylosilikat atau kuarsa. Dominasi endapan dalam bentuk veinlet dibandingkan dengan endapan yang berbentuk hamburan kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya pengaruh metasomatik yang lebih mengarah ke proses hidrotermal. Hal ini disebabkan karena zona ini semakin menjauh dari pusat intrusi serta berkurangnya kedalaman sehingga interaksi membesar dan juga diakibatkan oleh banyaknya rekahan pada batuan sehingga larutan dengan mudah mengisinya dan mengkristal pada rekahan tersebut, mineralisasi yang intensif dijumpai pada vein kuarsa adalah logam sulfida berupa pirit, kalkopirit dan galena.

3. Zona Alterasi Propilitik (“Prophylitic Zone”)

Zona ini berkembang pada bagian luar dari zona alterasi yang dicirikan oleh kumpulan meneral epidot maupun karbonat dan juga mineral klorit. Alterasi ini dipengaruhi oleh penambahan unsur H+ dan CO2. Mineral logam sulfida berupa pyrite mendominasi zona ini dimana keterdapatannya dijumpai mengganti fenokris piroksin maupun hornblende, sedangkan kalkopirit jarang dijumpai. Karakteristik dari zona ubahan ini yaitu dijumpai kumpulan mineral ubahan yang umumnya berupa klorit dan epidot serta dijumpainya mineral ubahan serisit dan kuarsa, lempung dan karbonat dalam jumlah yang sedikit. Mineral karbonat dijumpai sebagai mineral ubahan yang berasal dari ubahan mineral mafik maupun ubahan mineral plagoklas yang kaya akan unsur Ca, bentuk endapan umumnya dijumpai dalam bentuk veinlet disebabkan pengisian rekahan oleh larutan sisa magma yang melewati batuan tersebut, dimana rekahannya merupakan zona yang lemah yang merupakan media tempat larutan tersebut mengalir yang kemudian mengalami pembekuan dan pengkristalan.

4. Zona Argilik (“Argillic Zone”)

Zona ini terbentuk karena rusaknya unsur potasium, kalsium dan magnesium menjadi mineral lempung. Zona ini dicirikan oleh kumpulan mineral lempung, kuarsa, dan karbonat. Unsur potasium, kalsium dan magnesium dalam batuan terubah menjadi monmorilonit, illit, hidromika dan klorit. Diatas zona argillic kadang terbentuk advanced argillit yang tersusun atas mineral diaspore, kuarsa atau silika amorf korondum dan alunit yang terbentuk pada kondisi asam yang tinggi. Logam sulfida yang biasanya terbentuk pada zona ini berupa pirit namun kehadirannya tidak seintensif pada zona serisit dimana bentuk veinlet ini hadir pada bagian luar dalam suatu sistem alterasi hidrotermal.

5. Zona Alterasi Skarn

Alterasi ini terbentukl akibat kontak antara batuan sumber dengan batuan karbonat, zona ini sangat dipengaruhi oleh komposisi batuan yang kaya akan kandungan mineral karbonat. Pada kondisi yang kurang akan air, zona ini dicirikan oleh pembentukan mineral garnet, klinopiroksin dan wollastonit serta mineral magnetit dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan pada kondisi yang kaya akan air, zona ini dicirikan oleh mineral klorit.,tremolit – aktinolit dan kalsit dan larutan hidrotermal.

Proses pembentukkan skarn akibat urutan kejadian Isokimia – metasomatisme – retrogradasi. Dijelaskan sebagai berikut :
  • Isokimia merupakan transfer panas antara larutan magama dengan batuan samping, prosesnya H2O dilepas dari intrusi dan CO2 dari batuan samping yang karbonat. Proses ini sangat dipengaruhi oleh temperatur,komposisi dan tekstur host rocknya (sifat konduktif).
  • Metasomatisme, pada tahap ini terjadi eksolusi larutan magma kebatuan samping yang karbonat sehingga terbentuk kristalisasi pada bukaan – bukaan yang dilewati larutan magma.
  • Retrogradasi merupakan tahap dimana larutan magma sisa telah menyebar pada batuan samping dan mencapai zona kontak dengan water falk sehingga air tanah turun dan bercampur dengan larutan.
More about Alterasi & Mineralisasi

The Petrology of Eclogites from Bantimala Complex, South Sulawesi, Indonesia

Diposting oleh Selamat datang di blog

Eclogites occur as tectonic blocks within blueschist in the Mesozoic Bantimala basement complex of South Sulawesi. The complex consists mainly of high-pressure Triassic-Jurassic metamorphic rocks and Cretaceous sediments and ultramafics. Whole-rock geochemistry suggests a wide range of origin for the eclogites. Three kinds of eclogite from eclogite-facies assemblages have been distinguished from this area; (a) apatite-bearing eclogite (AEC), (b) glaucophane eclogite (GEC) and (c) foliated epidote-quartz eclogite (FEC). All of these eclogites are alpine-type metamorphic rocks or “group C” eclogites in the classification of Coleman et al., (1965), from high- pressure, low temperature environments and associated with glaucophane schist. Typical mineral assemblages composed of garnet + clinopyroxene + phengite + rutile were identified as being equilibrium for different stages of metamorphism based on careful petrographic studies. The mineral assemblages and compositions preserve evidence of metamorphic evolution from prograde to peak metamorphic and retrograde stages. The prograde stage was indicated by preservation of prograde minerals within garnet porphyroblasts and the prograde growth zoning in garnet cores. Peak metamorphic stage was exhibited by the occurrences of the garnet + sodic pyroxene + glaucophane + epidote + phengite + chlorite + quartz + rutile mineral assemblages. Finally, the retrograde stage was evident by hydrous mineral reaction rims on garnet, particularly chlorite, epidote and glaucophane. P-T estimates using the garnet­clinopyroxene geothermobarometer for the eclogite facies metamorphism indicate minimum pressures of some 18-24.6 kbar and temperatures of approximately 540 – 615oC.



Reference :
Adi Maulana, Andrew G. Christy, David J. Ellis, The Petrology of Eclogites from Bantimala Complex, South Sulawesi, Indonesia
More about The Petrology of Eclogites from Bantimala Complex, South Sulawesi, Indonesia