Natuna, Si Penghasil Minyak Bumi dan Gas
Masih Tertinggal, Tak Ada Pusat Perbelanjaan
Tak banyak hasil pembangunan yang tampak di kabupaten yang paling kaya di Provinsi Kepulauan Riau itu. Sejak terbentuk dengan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999, hanya kantor bupati yang terlihat berdiri megah di atas bukit. Sedangkan fasilitas umum lainnya minim.
Natuna pada awal terterdiri dari 6 Kecamatan yaitu Kecamatan Bunguran Timur, Bunguran Barat, Jemaja, Siantan, Midai, dan Serasan dan satu Kecamatan Pembantu Tebang Ladan. Kini menjadi 10 kecamatan dengan penambahan, Kecamatan Palmatak, Subi, Bunguran Utara, dan Pulau Laut dengan jumlah kelurahan/desa sebanyak 53.
Hingga tahun 2007 ini Kabupaten Natuna telah memiliki 16 Kecamatan dengan jumlah penduduk 120 ribu jiwa. 6 Kecamatan pemekaran baru itu di antaranya adalah Kecamatan Pulau Tiga, Bunguran Timur Laut, Bunguran Tengah, Siantan Selatan, Siantan Timur dan Jemaja Timur dengan total jumlah kelurahan/desa sebanyak 75. Tetapi sekarang, sebagian sudah menjadi wilayah Kabupaten Anambas.
Aneh tapi nyata, daerah kaya dengan APBD tahun 2007 mencapai Rp1,9 triliun, masih nihil fasilitas publik. Padahal (APBD) yang dihabiskan untuk pembangunan sudah melebihi Rp3 triliun sejak kabupaten itu dimekarkan dari Kabupatan Kepulauan Riau yang kini berubah nama menjadi Kabupaten Bintan. Jangan ditanya ada pusat perbelanjaan di daerah yang kaya akan minyak bumi dan gas itu.
Di sana pun kehidupan masyarakatnya belum terlalu sejahtera. Hanya pejabat Natuna yang bisa menggunakan mobil mewah. Profesi sebagian besar warga Natuna menjadi nelayan dan ada juga yang menjadi petani. Saat ini, potret Kabupaten Natuna dan Kota Ranai sebagai pusat pemerintahan masih jauh tertinggal dari wilayah Kepri lainnya yang sudah berkembang dengan pesat.
Walaupun demikian, Pemkab Natuna juga sudah menerapkan layanan kesehatan gratis dan pendidikan gratis bagi warga Natuna. Selain itu, pembangunan yang mulai kelihatan yakni pembangunan jalan raya, rumah sakit daerah. Pemkab mengalokasikan Rp400 miliar untuk pembangunan masjid raya.
Menurut penuturan Eddy, warga Ranai, pembangunan masjid itu sebagai masjid raya terbesar di Kepri. ”Masjid itu memang kebanggaan warga Ranai,” ujar Eddy belum lama ini.
Ketika Batam Pos mengunjungi Ranai, belum terlihat di daerah itu sebagai daerah dengan APBD terbesar di Kepri. Sebagai perbandingan, alokasi dana pendidikan untuk tahun 2007 sebesar Rp400 miliar. Dana itu setara dengan APBD Kabupaten Bintan, Kota Tanjungpinang, Tanjung Balai dan Lingga. Sedangkan untuk alokasi di Dinas Kimpraswil mencapai Rp800 miliar, hampir menyamai APBD Kota Batam.
Namun besarnya APBD itu belum merubah wajah Natuna. Kantor DPRDnya saja seperti Kantor Kecamatan di Tanjungpinang. Hal ini adalah fenomena unik di daerah kekayaan alamnya melimpah. Akhirnya, karena ketidakpuasan warga Natuna dengan pemerataan hasil pembangunan, membuat tokoh masyarakat di Kepulauan Anambas berniat memisahkan diri dengan Kabupaten Natuna dengan cara membentuk kabupaten Anambas.
Ada pejabat Natuna yang tersandung kasus korupsi. Misalnya saja, Agus Firmansyah ,kemudian kasus pengadaan kapal feri dengan terdakwa Yusrizal.
Kini Komisi Pemberantasan Korupsi sedang melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi dana APBD Natuna tahun 2004 senilai Rp 58 miliar.
Dari data yang diperoleh, terdapat pengeluaran APBD Natuna pada tahun 2004 tidak sesuai dengan mekanisme keuangan negara. Hasil Pemeriksaan Badan Keuangan (BPK) menemukan sejumlah pelanggaran dalam laporang keuangan tahun 2004. Setidaknya ada lima item yang ditemukan BPK. Berdasarkan ketentuan Pasal 23E Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 dan Pasal 31 UU No 17 tahun 2003, BPK menemukan masalah-masalah material yang ditemukan adalah sebagai berikut : Pertama, realisasi pengeluaran belanja rutin tahun anggaran 2004 sebesar Rp259.164.766.043,00, diantaranya terdapat penerbitan SPMU belanja rutin non pegawai sebesar Rp58.005.170.000,00 yang mendahului pengesahan APBD, sehingga pengeluaran tersebut belum mempunyai dasar pembayaran yang dapat dipertanggungjawabkan.
Belanja inilah yang sekarang sedang dilakukan penyelidikan oleh KPK. Kedua, realisasi pengeluaran belanja pembangunan tahun anggaran 2004 sebesar Rp96.123.145.800,00, diantaranya terdapat SPJ proyek sebesar Rp16.848.015.721,00 yang belum diverifikasi bagian keuangan, sehingga penyajian laporan keuangan tahun anggaran 2004 belum akurat.
Ketiga, realisasi pengeluaran pos pengeluaran tidak termasuk bagian lain tahun anggaran 2004 sebesar Rp18.584.366.500,00, diantaranya terdapat SPJ pos pengeluaran tak termasuk bagian lain sebesar Rp1.944.570.000,00 digunakan untuk bantuan organisasi profesi, bantuan untuk organisasi vertikal dan organisasi sosial yang tidak sesuai dengan peruntukannya, sehingga pengeluaran tersebut tidak tepat sasaran dan memboroskan keuangan daerah.
Keempat, realisasi pengeluaran pos pengeluaran tidak tersangka tahun 2004 sebesar Rp11.499.444.750,00, diantaranya sebesar Rp2.689.315.000,00 digunakan untuk bantuan operasional polisi perairan dan koramil, bantuan untuk pembinaan LSM Kepulauan Riau dan bantuan modal untuk Perusahaan Daerah yang tidak sesuai dengan peruntukannya, sehingga pengeluaran tersebut tidak tepat sasaran dan berpotensi terjadi penyalahgunaan pengeluaran keuangan daerah.
Kelima, realisasi belanja untuk keperluan pimpinan dan anggota DPRD sebesar Rp540.000.000,00 tidak sesuai ketentuan. Pengeluaran dimaksud itu yakni biaya pemeliharaaan kesehatan sebesar Rp240 juta yang dibayarkan dalam bentuk tunai. (batampos)
Tak banyak hasil pembangunan yang tampak di kabupaten yang paling kaya di Provinsi Kepulauan Riau itu. Sejak terbentuk dengan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999, hanya kantor bupati yang terlihat berdiri megah di atas bukit. Sedangkan fasilitas umum lainnya minim.
Natuna pada awal terterdiri dari 6 Kecamatan yaitu Kecamatan Bunguran Timur, Bunguran Barat, Jemaja, Siantan, Midai, dan Serasan dan satu Kecamatan Pembantu Tebang Ladan. Kini menjadi 10 kecamatan dengan penambahan, Kecamatan Palmatak, Subi, Bunguran Utara, dan Pulau Laut dengan jumlah kelurahan/desa sebanyak 53.
Hingga tahun 2007 ini Kabupaten Natuna telah memiliki 16 Kecamatan dengan jumlah penduduk 120 ribu jiwa. 6 Kecamatan pemekaran baru itu di antaranya adalah Kecamatan Pulau Tiga, Bunguran Timur Laut, Bunguran Tengah, Siantan Selatan, Siantan Timur dan Jemaja Timur dengan total jumlah kelurahan/desa sebanyak 75. Tetapi sekarang, sebagian sudah menjadi wilayah Kabupaten Anambas.
Aneh tapi nyata, daerah kaya dengan APBD tahun 2007 mencapai Rp1,9 triliun, masih nihil fasilitas publik. Padahal (APBD) yang dihabiskan untuk pembangunan sudah melebihi Rp3 triliun sejak kabupaten itu dimekarkan dari Kabupatan Kepulauan Riau yang kini berubah nama menjadi Kabupaten Bintan. Jangan ditanya ada pusat perbelanjaan di daerah yang kaya akan minyak bumi dan gas itu.
Di sana pun kehidupan masyarakatnya belum terlalu sejahtera. Hanya pejabat Natuna yang bisa menggunakan mobil mewah. Profesi sebagian besar warga Natuna menjadi nelayan dan ada juga yang menjadi petani. Saat ini, potret Kabupaten Natuna dan Kota Ranai sebagai pusat pemerintahan masih jauh tertinggal dari wilayah Kepri lainnya yang sudah berkembang dengan pesat.
Walaupun demikian, Pemkab Natuna juga sudah menerapkan layanan kesehatan gratis dan pendidikan gratis bagi warga Natuna. Selain itu, pembangunan yang mulai kelihatan yakni pembangunan jalan raya, rumah sakit daerah. Pemkab mengalokasikan Rp400 miliar untuk pembangunan masjid raya.
Menurut penuturan Eddy, warga Ranai, pembangunan masjid itu sebagai masjid raya terbesar di Kepri. ”Masjid itu memang kebanggaan warga Ranai,” ujar Eddy belum lama ini.
Ketika Batam Pos mengunjungi Ranai, belum terlihat di daerah itu sebagai daerah dengan APBD terbesar di Kepri. Sebagai perbandingan, alokasi dana pendidikan untuk tahun 2007 sebesar Rp400 miliar. Dana itu setara dengan APBD Kabupaten Bintan, Kota Tanjungpinang, Tanjung Balai dan Lingga. Sedangkan untuk alokasi di Dinas Kimpraswil mencapai Rp800 miliar, hampir menyamai APBD Kota Batam.
Namun besarnya APBD itu belum merubah wajah Natuna. Kantor DPRDnya saja seperti Kantor Kecamatan di Tanjungpinang. Hal ini adalah fenomena unik di daerah kekayaan alamnya melimpah. Akhirnya, karena ketidakpuasan warga Natuna dengan pemerataan hasil pembangunan, membuat tokoh masyarakat di Kepulauan Anambas berniat memisahkan diri dengan Kabupaten Natuna dengan cara membentuk kabupaten Anambas.
Ada pejabat Natuna yang tersandung kasus korupsi. Misalnya saja, Agus Firmansyah ,kemudian kasus pengadaan kapal feri dengan terdakwa Yusrizal.
Kini Komisi Pemberantasan Korupsi sedang melakukan penyelidikan atas dugaan korupsi dana APBD Natuna tahun 2004 senilai Rp 58 miliar.
Dari data yang diperoleh, terdapat pengeluaran APBD Natuna pada tahun 2004 tidak sesuai dengan mekanisme keuangan negara. Hasil Pemeriksaan Badan Keuangan (BPK) menemukan sejumlah pelanggaran dalam laporang keuangan tahun 2004. Setidaknya ada lima item yang ditemukan BPK. Berdasarkan ketentuan Pasal 23E Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1973 dan Pasal 31 UU No 17 tahun 2003, BPK menemukan masalah-masalah material yang ditemukan adalah sebagai berikut : Pertama, realisasi pengeluaran belanja rutin tahun anggaran 2004 sebesar Rp259.164.766.043,00, diantaranya terdapat penerbitan SPMU belanja rutin non pegawai sebesar Rp58.005.170.000,00 yang mendahului pengesahan APBD, sehingga pengeluaran tersebut belum mempunyai dasar pembayaran yang dapat dipertanggungjawabkan.
Belanja inilah yang sekarang sedang dilakukan penyelidikan oleh KPK. Kedua, realisasi pengeluaran belanja pembangunan tahun anggaran 2004 sebesar Rp96.123.145.800,00, diantaranya terdapat SPJ proyek sebesar Rp16.848.015.721,00 yang belum diverifikasi bagian keuangan, sehingga penyajian laporan keuangan tahun anggaran 2004 belum akurat.
Ketiga, realisasi pengeluaran pos pengeluaran tidak termasuk bagian lain tahun anggaran 2004 sebesar Rp18.584.366.500,00, diantaranya terdapat SPJ pos pengeluaran tak termasuk bagian lain sebesar Rp1.944.570.000,00 digunakan untuk bantuan organisasi profesi, bantuan untuk organisasi vertikal dan organisasi sosial yang tidak sesuai dengan peruntukannya, sehingga pengeluaran tersebut tidak tepat sasaran dan memboroskan keuangan daerah.
Keempat, realisasi pengeluaran pos pengeluaran tidak tersangka tahun 2004 sebesar Rp11.499.444.750,00, diantaranya sebesar Rp2.689.315.000,00 digunakan untuk bantuan operasional polisi perairan dan koramil, bantuan untuk pembinaan LSM Kepulauan Riau dan bantuan modal untuk Perusahaan Daerah yang tidak sesuai dengan peruntukannya, sehingga pengeluaran tersebut tidak tepat sasaran dan berpotensi terjadi penyalahgunaan pengeluaran keuangan daerah.
Kelima, realisasi belanja untuk keperluan pimpinan dan anggota DPRD sebesar Rp540.000.000,00 tidak sesuai ketentuan. Pengeluaran dimaksud itu yakni biaya pemeliharaaan kesehatan sebesar Rp240 juta yang dibayarkan dalam bentuk tunai. (batampos)
{ 0 komentar ... read them below or add one }
Posting Komentar