Pada saat ini di Indonesia telah ditemukan banyak daerah prospek endapan porpiri copper. Beberapa endapan dilaporkan mempunyai fasa yang kaya emas dan tembaga muncul bersama-sama dan berasosiasi dengan mineralisasi yang kaya magnetite. Semua endapan porpiri copper yang ditemukan di Indonesia semuanya adalah hasil dari eksplorasi konvensional yaitu dengan pemetaan geologi permukaan dan pengambilan conto geokimia. Endapan porpiri copper yang tidak tersingkap akan lolos dan tidak teramati dengan metode eksplorasi konvensional. Berdasarkan fakta ini maka metode magnetik adalah pilihan yang tepat untuk diaplikasikan untuk eksplorasi cadangan porpiri copper. Alasan lain digunakannya metode magnetik adalah murahnya biaya survey dan kemudahan pengoperasian alatnya yang membuat metode ini umum dipakai orang.
Kelemahan dari metode magnetik adalah kemampuannya yang hanya dapat mendeteksi satu sifat fisik batuan saja yaitu kemagnetan. Pada kenyataannya tidak semua mineral mempunyai sifat kemagnetan yang khas. Beberapa mineral mempunyai sifat kelistrikan dan densitas atau massa jenis yang khas tapi sifat kemagnetannya tidak. Oleh karena itu penggunaan metode geolistrik dan gravity juga merupakan pilihan yang cukup baik sebagai metode alternatif atau tambahan data. Kelemahan dari metode-metode ini adalah sulit pengoperasiannya terutama didaerah berbukit-bukit terjal, lambat dan juga mahal biayanya. Metode Radiometrik juga sering digunakan dengan alasan murah dan mudah pengoperasiannya, kemampuannya untuk mendeteksi alterasi potassic dan juga berguna untuk membantu dalam pemetaan litologi batuan.
Penerapan metode geofisika pada umumnya dibagi dalam 3 tahap yaitu tahap pemetaan regional, tahap kan sebagai dipole magnetik pemetaan detil dan tahap penentuan lubang bor uji atau pemetaan detil.
Pada tahap pemetaan regional survey geofisika yang dilaksanakan adalah Survey Magnetik udara dan Radiometric (Airborne Magnetic and Radiometric survey). Kegunaan dari kedua survey ini adalah untuk memetakan struktur geologi regional, mendeteksi anomali magnetik, memetakan daerah alterasi potassic dan pemetaan litologi batuan. Pada tahap ini biasanya digunakan pesawat Fixed Wing, Magnetometer (alat ukur metode magnetic) dan Spectrometer (alat ukur metode radiometrik) diletakan didalam pesawat tersebut. Survey biasanya dilakukan dengan sistem kisi (grid) dengan arah terbang pesawat Utara-Selatan, spasi antar lintasan 800 meter dengan interval pengukuran setiap 0.1 detik (kurang lebih 7.5m). Pesawat fixed-wing ini biasanya terbang dengan ketinggian kurang lebih 400 meter di punggungan dan 1000 meter diatas jurang dan lembah. Hasil dari survey ini berupa:
- Peta topografi regional yang dihasilkan dari pengukuran radar altimeter pada setiap lintasan survey. Pada umumnya peta ini kurang akurat dengan bentuk morfologi lapangan tetapi cukup baik dalam penggambaran bentuk punggungan utama maupun lembah.
- Peta Total Magnetik Intensity adalah peta dasar dan utama yang dihasilkan dari survey ini. Adanya benda magnetic akan digambarkan dengan pola dipole.
- Peta Radiometrik yang menggambarkan pola penyebaran kandungan dari Potassium, Thorium dan Uranium.
Gambar 1. Peta total Magnetic Intensity hasil survey Airborne (Fixed Wing) Magnetic dengan efek pencahayaan untuk mempermudah interpretasi strukstur geologi
Dari peta-peta ini ditambah data mentah dari survey, data kemudian diproses dengan berbagai teknik filtering untuk melokalisir daerah yang mengandung anomali magnetik dan juga untuk menginterpretasikan struktur regional daerah survey.
Gambar 2. Peta Radiometric hasil pengolahan citra dengan Total Magnetic Intensity hasil survey Airborne (Fixed Wing) Magnetic dengan efekpencahayaan untuk mempermudah interpretasi strukstur geologi dan mempermudah pembagian litologi batuan.
Anomali magnetik akan muncul bila dibawah permukaan terdapat kontras susceptibility batuan. Kontras susceptibility batuan disebabkan oleh perbedaan kandungan mineral yang bersifat magnetik, seperti Pyrhotite dan Magnetite dengan batuan sekelilingnya. Konsentrasi mineral magnetik akan menimbulkan respon anomali magnetik yang berupa anomali dwi kutub (dipole). Kombinasi data magnetik ini dengan peta geologi akan mempermudah pendugaan adanya mineralisasi pada daerah sasaran eksplorasi.
Gambar 3. Peta interpretasi data Magnetic dari survey Airborne Magnetic (explorationgeophysics.info)
Interpretasi struktur regional dapat dibuat dari peta Total Magnetic Intensity dengan mengelompokan kedalam bentuk geometry sederhana yang khas seperti:
- Bentuk lingkaran, yang menggambarkan kemungkinan terjadinya aktivitas hidrothermal pada daerah tersebut.
- Bentuk anomali magnetik yang linier umumnya disebabkan oleh dyke, sill atau formasi besi.
- Jalur anomali yang lebar dengan pola rumit biasanya merupakan ciri dari batuan vulkanik seperti lava, sekis dan lain-lain.
- Pola magnetik yang tiba-tiba patah mengindikasikan kemungkinan adanya patahan.
- Variasi respon magnetic dapat digunakan untuk membedakan batuan penutupnya. Akan lebih baik hasilnya bila digabungkan dengan data radiometrik.
Pada pemrosesan data magnetik lebih lanjut, data respon magnetik dimodelkan secara 2D untuk memperoleh gambaran geometri benda anomali magnetik.
Setelah tahap regional selesai dilakukan, untuk melanjutkan survey ke tahap berikutnya yang lebih detil dengan memilih target-target anomali magnetik yang sesuai dengan model ideal endapan porphyry copper. Kemudian di daerah yang terpilih tersebut dilaksanakan survey magnetik udara dengan menggunakan helikopter. Biasanya survey magnetik dengan helicopter ini dilakukan dengan spasi lintasan yang lebih rapat kurang lebih 200-400 meter dengan ketinggian yang lebih rendah antara 80 –300 meter diatas permukaan tanah.
Gambar 4. Peta Total Magnetic Intensity dari survey Airborne Magnetic dengan menggunakan pesawat Fixed wing (kiri) dan Peta Analytic Signal dari survey Airborne Magnetic dengan menggunakan Helikopter.
Jika dalam survey regional dengan menggunakan pesawat fixed wing targetnya adalah anomaly magnetik berskala besar, maka dengan survey helikopter ini anomali magnetik skala besar tersebut diperinci sehingga anomali-anomali magnetik berukuran kecil juga dapat terlihat.
Langkah-langkah pemrosesan data dan hasil interpretasi dari survey helikopter ini sama persis dengan data dari pesawat fixed wing tetapi hasilnya jauh lebih terperinci sehingga memudahkan untuk menentukan target aktifitas eksplorasi dari darat. Dari hasil survey ini dipilih daerah daerah yang paling prospek untuk ditindak lanjuti dengan survey darat.
Pada tahap survey geofisika dari darat, survey biasanya dilakukan bersamaan dengan survey pemetaan geologi dan pengambilan conto geokimia. Pada tahap ini berbagai jenis metode geofisika dapat dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan dan jenis mineral atau batuan yang dijadikan sasaran eksplorasi.
Metode-metode yang sering digunakan adalah ground magnetik dan ground radiometric, survey geolistrik seperti IP, resistivity, TEM, CSAMT dan lain-lain. Survey-survey ini dilakukan untuk menentukan letak lubang bor uji yang akan digunakan untuk mengetest kandungan mineral dibawah permukaan tanah.
Dalam pengolahan data dan interpretasi data survey darat ini, seluruh data diintergrasikan dan digabungkan dengan data geologi dan data geokimia sehingga menghasilkan interpretasi akhir yang akurat.
Data magnetik biasanya dibuat model 2D dan 3D untuk memperoleh gambaran detil geometri dan dimensi cadangan endapan porpiri copper. Dari hasil interpretasi inilah ditentukan target lubang bor uji untuk memeriksa kandungan mineral dan besarnya cadangan yang diperoleh.
Gambar 5. Block diagram hasil penggabungan model 3D magnetic dengan data geologi hasil dari pemboran.
Gambar diatas merupakan hasil akhir dari seluruh gabungan survey geofisika, pemetaan geologi permukaan, conto geokimia dan pemboran. Dari model 3D seperti ini sebuah cadangan pada akhirnya dapat diketahui besar cadangannya dan jika nilainya cukup ekonomis cadangan ini siap untuk ditambang.