Dasar-Dasar dalam Mineralogi

Diposting oleh Selamat datang di blog on Minggu, 15 Februari 2015

        Setelah membahas jauh mengenai golongan-golongan mineral dalam klasifikasi Dana, ternyata ada satu hal yang belum disampaikan dan sangat penting yaitu dasar-dasar dalam mineralogi, dari dasar-dasar mineralogy inilah nantinya digunakan untuk mengidentifikasikan dan mengelompokkan suatu mineral.

Gambar 1. Beberapa Contoh Bijih dan Mineral
Sumber : http://www.tumblr.com/search/mineral%20poster
   Mineral memiliki sifat sifat unik yang berbeda beda pada setiap mineralnya. Dengan mengenai sifat sifat ini maka dapat diketahui jenis dan nama mineralnya bahkan kandungan kimianya. Berikut adalah sifat – sifat mineral yang dapat diidentifikasi :

        I.            I. SIFAT OPTIS MINERAL
                 Sifat optis merupakan komponen atau sifat dari suatu mineral sebagai akibat dari interaksi dengan cahaya.
1.       1. WARNA
Colour atau warna yang dimaksud yaitu kenampakan sekilas warna luar dari suatu mineral. Warna suatu mineral disebabkan oleh adanya refraksi atau absorsi cahaya pada wavelength (panjang gelombang) tertentu.
Warna dibedakan menjadi dua yaitu :
a.       Idiochromatic, yaitu warna tetap dari suatu mineral tanpa adanya pengotor, contoh belerang berwarna kuning, serpentin berwarna hijau, galena berwarna hitam, dll
b.       Allochromatic, yaitu warna yang berubah-rubah dari suatu mineral akibat hadirnya pengotor pada mineral tersebut, contoh variasi pada kuarsa
Untuk mengetahui warna dari suatu mineral cukup dengan melihatnya secara sekilas saja dengan langsung menentukan warnanya.
2.      2. CERAT
Streak atau cerat merupakan warna suatu mineral dalam bentuk bubuk sehingga cerat merupakan warna asli dari suatu mineral karena warna luar suatu mineral belum tentu sama dengan warna gores atau ceratnya, contoh azurit dengan cerat berwarna biru, malasit dengan cerat warna hijau, kuarsa dengan cerat warna putih, dll.
Cara paling mudah untuk mendapatkan cerat dari suatu mineral selain dengan menggerus mineral tersebut menjadi bubuk yaitu dengan menggoreskan mineral pada penampang putih sehingga diketahui cerat dari mineral tersebut.
3.      3. DIAFENITAS
Diaphaneity atau diafenitas merupakan kemampuan suatu mineral untuk meneruskan suatu cahaya. Diafenitas sangat dipengaruhi atau bergantung pada jumlah cahaya yang ditransmisikan oleh suatu mineral, terdapat setidaknya 3 jenis diafenitas yaitu :
a.       Opaque, apabila suatu mineral tidak mampu mentransmisikan atau ditembus oleh cahaya dikarenakan cahaya sepenuhnya diserap oleh mineral tersebut, contoh mineral galena, pirit, kalkopirit, dll
b.       Translucent, apabila suatu mineral hanya mampu mentransmisikan sebagian cahaya yang dikenakan pada mineral tersebut, contoh mineral plagioklas, ortoklas, aragonit,dll
c.       Transparant, apabila suatu mineral mampu mentransmisikan atau ditembus oleh seluruh cahaya yang dikenakan pada mineral tersebut, contoh mineral kalsit, fluorit, dll
4.      4. KILAP
Luster atau kilap merupakan kemampuan suatu mineral untuk memantulkan cahaya yang dikenakan pada mineral tersebut. Intensitas dari kilap tergantung dari kuantitas cahaya pantul dan besarnya indeks refraksi dari mineral itu sendiri. Secara garis besar kilap dibagi menjadi 2 yaitu :
a.       Metallic luster atau kilap logam
Merupakan kilap atau kilapan yang menyerupai seperti logam yaitu berkilau tetapi opaque, contoh galena, magnetit, pirit, kalkopirit, hematit, grafit, dll
b.       Non-metallic luster atau kilap non-logam
Merupakan kilap atau kilapan yang tidak seperti logam, kilap jenis ini bermacam-macam yaitu :
·         Adamantine luster atau kilap intan
Merupakan kilap yang terlihat cemerlang  seperti intan, contoh intan
·         Vitreous luster atau kilap kaca
Merupakan kilap yang terlihat seperti kaca, contoh kuarsa, kalsit, halit, dll
·         Silky luster atau kilap sutera
Merupakan kilap yang terlihat berserat seperti sutera, contoh asbes, gipsum, alkanolit, dll
·         Resinous luster atau kilap damar
Merupakan kilap yang terlihat seperti  damar atau menyerupai permen karet, contoh sphalerit
·         Greasy Luster atau kilap lemak
Merupakan kilap yang terlihat menyerupai lemak atau sabun, contoh opal, serpentin, nefelin, dll
·         Earthy (dull) luster atau kilap tanah
Merupakan kilap yang terlihat buram menyerupai tanah, contoh kaolin, limonit, bauksit, dll

     II.            II. SIFAT MEKANIS MINERAL
Sifat mekanis adalah sifat suatu mineral berdasarkan respon terhadap stress. Stress di sini adalah suatu gaya yang dikenakan pada mineral tersebut. Setiap mineral memiliki karakteristik masing – masing ketika merespon stress ini.
Ada dua sifat mekanis mineral, yaitu Kekerasan (hardness) dan Keliatan (tenacity).
1.      1. Kekerasan (hardness)
Kekerasan (hardness) adalah ketahanan suatu permukaan mineral terhadap goresan atau abrasi. Kekerasan suatu mineral dapat dinyataan dalam skala relatif (skala Mohs) dan skala mutlak (skala Knoop).
a.                   Skala Mohs
Skala ini disusun oleh Frederic Mohs pada tahun 1824 berdasarkan perbedaan kekerasan relatif dari 10 mineral yang telah diketahui saat itu. Skala ini bersifat relatif, bukan kuatitatif linear.

b.                   Skala Knoop
Skala Knoop menyatakan kekerasan mineral secara kuantitatif absolut dengan mengukur ketahanan permukaan mineral terhadap besaran gaya tekan abrasi tertentu.
Skala ini menggunakan hasil perhitungan dari eksperiman tekanan terkontrol sebuah pensil bermata intan terhadap permukaan suatu minral yang telah dihaluskan.

Mineral
Skala Mohs
Skala Knoop
Lunak
Talk
1
1
Gipsum
2
32
Kalsit
3
135
Menengah
Fluorit
4
163
Apatit
5
430
Keras
Ortoklas
6
560
Kuarsa
7
820
Topaz
8
1340
Korondum
9
1800
Intan
10
7000
Tabel 1.2. Skala Kekerasana Mineral (Hafferan & O’Brian, 2010)
    Faktor yang menentukan kekerasan mineral : Kekuatan ikatan dan Jumlah ikatan dam struktur Kristal, semakin kuat ikatan dan semakin banyak ikatan yang terjadi, semakin keras mineral tersebut.
2.      2. Keliatan (tenacity)
Sifat keliatan (tenacity) ditentukan dari cara mineral merespon stress jangka pendek dalam temperatur dan tekanan permukaan. Sifat ini dbagi menjadi :
a.     Elastik          : mineral dapat melengkung ketika dikenakan stress namun akan kembali ke bentuk semula ketika stress dihilangkan. Contohnya mineral kelompok mika.
b.   Fleksibel     : mineral dapat melengkung tanpa patah namun tidak dapat kembali ke bentuk semula ketika stress dihilangkan.
c.  Malleable   : mineral dapat dipipihkan menjadi tipis. Misalnya kelompok native elements logam seperti emas, perak dan temabaga.
d.       Ductile         : mineral dapat dilengkungkan seperti kawat.
e.       Brittle           : mineral hancur atau patah setelah sebelumnya bersikap sedikit elastik.
f.     Sectile      : mineral yang dapat dipotong menjadi serpihan. Biasanya kelompok mineral yang terdiri dari belahan – belahan seperti kelompok mika.
Karena hampir semua mineral bersifat brittle, maka sifat-sifat keliatan yang bermanfaat dalam identifikasi mineral adalah elastik, flexible, dan malleable.
   III.            III. SIFAT KIMIA MINERAL
Sifat kimia mineral adalah respon suatu mineral terhadap reaksi kimia. Hal ini terjadi karena unsur – unsur kimia yang menajdi penyusun suatu mineral.

a.      1. Reaksi Asam
Beberapa mineral karbonat, seperti kalsit, aragonit, witerit, dan rodokrosit, memiliki sifat membusa/membuih ketika setetes asam hidroklorik lemah (HCl) diberikan ke permukaan mineral-mineral tersebut, maka terjadi pembusaan/pembuihan ketika gas karbondioksida (CO2) dilepaskan.

b.      2. Rasa
Beberapa mineral memiliki sifat yang dapat dirasakan oleh indra perasa. Misalnya golongan halida. Berikut adalah beberapa mineral yang memiliki rasa :
Halit (NaCl)                                       : asin
Silvit (KCl)                                         : sangat asin hingga terasa pahit
Boraks (Na2B4O7 – 10H2O)      : manis

c.       3. Raba
Beberapa mineral lunak, seperti talk, grafit, dan molibdenit, memiliki karakter serasa debu ketika diraba. Karakter tersebut akibat dari ikatan lemah van der Waals yang menyebabkan mineral dapat hancur menjadi pecahan halus seperti debu yang mampu menempel di suatu permukaan ketika mineral tersebut digoreskan.
d.      4. Bau
Mineral mineral tertentu memiliki bau khas. Misalnya bau belerang (mirip telur busuk) dimiliki oleh mineral Sulfur (S), dan beberapa mineral sulfida seperti markasit (FeS2) dan sfalerit (ZnS). Dan bau bawang yang dikeluarkan oelh mineral minral yang mengandung arsenik seperti arsenopirit (FeAsS) dan realgar (AsS).
e.      5. Nyala Pembakaran
Unsur – unsur penyusun mineral akan memberikan warna nyala pembakaran yang berbeda – beda sesuai dengan unsurnya. Biasanya uji nyala pembakaran ini digunakan untuk membedakan mineral dalam kelompok yang sama namun memiliki kation yang berbeda.
Misalnya pada kelopok karbonat Witerit (BaCO3) dengan strontianit (SrCO3). Witerit akan memberikan nyala berwarna kuning – hijau sedangkan strontianit akan memberikan nyala berwarna merah.

   IV.            IV. SIFAT KELISTRIKAN
     Sifat kelistrikan timbul sebagai respons mineral terhadap suatu medan listrik. Sifat – sifat tersebut anata lain :
a.       A. Piroelektrisitas                : fenomena pertambahan temperatur yang menginduksi  arus listrik yang mengalir dari satu ujung kristal menuju ujung kristal lainnya. Contohnya mineral turmalin.
b.    B. Pizoelektrisitas                : induksi listrik yang dihasilkan oleh pertambahan tekanan atau stress. Penyebabnya adalah perpindahan muatan ion dalam struktur kristal akibat stress. Contohnya mineral kuarsa, yang dulu pernah dipergunakan sebagai pencari gelombang radio, dan pada mesin jam.

     V.            V. SIFAT MAGNETISME
Sifat magnetisme adalah sifat yang dimiliki mineral sebagai respon terhadap suatu medan magnet. Hal in iterjadi karena adanya momen magnetik pada spin elektron di unsur yang terdapat pada mineral. Semua mineral memiliki sifat magnetisme dalam berbagai tingkatan.
a.       A. Diamagnetik     : Dua elektron yang bergerak berlawanan arah tidak akan menghasilkan medan magnetik (net zero moment). Mineral yang bersifat diamagnetik tidak akan tertarik oleh magnet, walaupun magnet yang kuat sekalipun. Contohnya kuarsa dan kalsit.
b.       B. Paramagnetik   : Unsur paramagnetik memiliki susunan acak kutub-kutub magnetik atom-atom penyusunnya, yang akan menjadi teratur bila terpapar medan magnet eksternal, dan memiliki sifat kemagnetan sementara. Sifat kemagnetan ini akan hilang jika medan magnet eksternanya dihilangkan. Mineral paramagnetik akan tertarik magnet dengan lemah. Contohnya olivin dan piroksen.
c.       C. erromagnetik : Unsur feromagnetik memiliki sifat magnetik yang kuat ketika terpapar medan magnet eksternal dan tetap dalam sifat magnetismenya meskipun medan magnet eksternal telah hilang, hingga mereka terpanaskan di atas temperatur Curie. Contoh nikel dan kobal.
d.       D. erimagnetik    : Memiliki sifat kemagnetan permanen akibat perputaran elektron yang tidak paralel. Contohnya magnetit(FeFe2O4) dan pirotit (Fe1-xS).

   VI.            VI. SIFAT RADIOAKTIF
       Sifat radioaktif pada mineral terjadi karena adanya unsur – unsur radioaktif dalam mineral tersebut. Unsur radioaktif akan mengalami peluruhan atau penguraian karana adanya ketidakstabilan inti atom, proses ini kan melepaskan energi (radiasi).
Isotop yang sering ditemukan pada mineral antara lain potasium (40K), strontium (87Sr), torium (232Th), uranium (238U dan 235U) dan samarium (247Sm).
Contoh mineral radioaktif :
·         Metatorberinite (Cu(UO2)2(PO4)28H2O) – produk aterasi uraninit (UO2)
·         Torberinite (Cu(UO2)2(PO4)2.8 - 12H2O)
·         Autunite (Ca(UO2)2(PO4)2.10 - 12H2O)

VII.            VII. IFAT STATIK MINERAL
A.                  A.  Densitas
      Densitas termasuk sifat yang paling menentukan dalam pengenalan mineral. Densitas adalah nilai massa per unit volume dari suatu material yang dinyatakan dalam satuan (g/cm3). Besar densitas ditentukan oleh unsur-unsur pembentuknya serta kepadatan dari ikatan unsur-unsur tersebut dalam susunan kristalnya. Besar densitas suatu mineral bergantung pada jumlah atom per satuan volume dan nomor massa atom pembentuk mineral tersebut. Penentuan nilai densitas dapat dihitung dengan menggunakan berbagai percobaan, seperti percoban piknometer ataupun percobaan cairan berat.
   
   B. Spesific Gravity
      Specific gravity merupakan ukuran kepadatan mineral. Dengan adanya sifat ini, maka kita dapat membedakan beberapa mineral tanpa harus melakukan uji laboratorium ataupun dengan optik. Seperti contohnya untuk membedakan antara emas dengan pirit. Walaupun warna dan bentuknya yang hampir sama, tapi kedua mineral ini dapat dibedakan apabila kita mengetahui besar specific gravity kedua mineral tersebut. Specific gravity adalah kuantitas tanpa dimensi, merupakan rasio antara densitas material dengan densitas air murni pada temperatur dan tekanan standar (temperatur = 3.9°C, tekanan = 1 atmosphere). Karena densitas air selalu bernilai 1gr/cm3, maka besar nilai specific gravity selalu identik dengan nilai densitas suatu mineral. Umumnya mineral-mineral pembentuk batuan mempunyai nilai specific gravitysekitar 2.7, meskipun berat jenis rata-rata unsur metal didalamnya berkisar antara 5. Emas murni  mempunyai berat jenis 19.3.
    
  C.  Berat
       Berat (weight) suatu material merupakan percepatan massa total oleh gravitasi. Sedangkan massa total suatu benda dalam satuan gram (g) atau kilogram (kg) adalah massa total dari seluruh atom yang menyusunnya. Sehingga besar massa total sebanding dengan densitas material dikalikan volumenya.
     
   D.    Bidang Muka Kristal
        Kristal secara sederhana dapat didefinisikan sebagai zat padat yang mempunyai susunan atom atau molekul yang teratur. Keteraturannya tercermin dalam permukaan kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata yang mengikuti pola-pola tertentu. Bidang-bidang datar ini disebut sebagai bidang muka kristal. Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada suatu kristal. Bidang muka kristal itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Panjangnya sumbu dari titik pusat kristal hingga ke axial interception disebut sebagai parameter. Jumlah sumbu, rasio parameter, sudut antar sumbu, akan menentukan sistem kristal yang sedang dibentuk. Berikut pengelompokkan sistem kristal pada mineral :
             1.  Sistem Isometrik
Sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio  (perbandingan sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).

2.  Sistem Tetragonal
Sistem Kristal Tetragonal memiliki axial ratio  (perbandingan sumbu) a = b ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992).

3.  Sistem Hexagonal
Sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio  (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz, corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977).

4.   Sistem Trigonal
Trigonal memiliki axial ratio  (perbandingan sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah  tourmaline dan cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977).

5.   Sistem Orthorhombik
Sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio  (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus (90˚).
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite, chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992).

6.   Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendek.
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite,  malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992).

7.  Sistem Triklin
Sistem kristal Triklin memiliki axial ratio  (perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite, labradorite, kaolinite,microcline dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)
Sedangkan berdasarkan pertumbuhan kristal, dikelompokkan menjadi :

a.                   Euhedral             : apabila bentuk kristal dan butiran mineral mempunyai bidang kristal  yang sempurna.
b.                   Subhedral           : apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang kristal yang sempurna.
c.                   Anhedral             : apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang    kristal yang tidak sempurna.

E.                  Bidang Belah
Belahan sendiri merupakan kecenderungan dari beberapa kristal mineral untuk pecah melalui bidang lemah yang terdapat pada struktur kristalnya. Kenampakan mineral untuk membelah pada umumnya melalui bidang belahan yang rata, halus dan licin serta pada umumnya selalu berpasangan. Belahan ini merupakan gambaran dari struktur dalam kristal berdasarkan dari sifat setiap atom penyusunnya. Kesempurnaan belahan diberikan dalam istilah sempurna, baik, cukup atau buruk.

1.    Belahan sempurna (Perfect)
Yaitu apabila suatu mineral mudah terbelah melalui arah belahnya bidang-bidang yang terbelah akan membentuk bidang yang datar dan licin. Contohnya : Muscovite, Calcite, dan Galena.

2.    Belahan baik (Good)
Yaitu apabila suatu mineral mudah membelah pada bidang belahnya akan tetapi kadang-kadang akan terdapat belahan yang memotong bidang belahnya atau pembelahan yang tidak pada bidang belahnya. Bidang belahannya akan rata dan licin, tapi masih dapat pecah melalui bidang lain. Contohnya : Feldspar dan Hyperstone.

3.    Belahan Jelas (Distinct)
Yaitu apabila arah belahnya dapat terlihat jelas tetapi mineral tersebut sukar untuk membelah melalui bidang belahnya itu sendiri. Contohnya: Hornblende dan Staurolite.

4.    Belahan tidak jelas (Indistinct)
Yaitu apabila arah belahnya mineral masih dapat dilihat tapi kemungkinan terbelah melalui arah belahnya dengan kemungkinan pecah memotong arah belahannya sama. Bidang belahan seperti garis atau kenampakan striasi pada bidang belahannya. Contohnya: Magnetitedan Corundum.

5.    Belahan tidak sempurna (Imperfect)
Yaitu apabila suatu mineral sudah tidak terlihat arah belahnya tetapi mineral akan pecah dengan permukaan rata. Permukaan yang rata ini kemungkinan melalui bidang belahnya tetapi kemungkinan juga akan memotong bidang belahnya. Contohnya : Apatitedan Calsiterite.


Apabila ditinjau dari arah belahannya, maka belahan dapat dibedakan menjadi:
a.             Belahan satu arah, contoh : Muscovite, Asbes,Silimanite,Topaz,Epidote, Kyanite.
b.             Belahan dua arah, contoh : Feldspar, Gypsum, Andalusite.
c.             Belahan tiga arah, contoh : Halite, Calsite, Pirite,Barite.
d.             Belahan empat arah, contoh : Fluorite, Scapolite.
e.             Tidak ada belahan, contoh Kuarsa.

F.                  Bidang Pecah
Sebagian mineral ketika pecah menunjukkan permukaan yang tidak rata dan tidak memantulkan cahaya, yang disebut sebagai bidang pecahan (fracture plane). Pecahan merupakan pecahnya suatu mineral secara tidak teratur dengan permukaan bidang pecah yang tidak rata, tidak licin dan tidak teratur. Pecahan dapat terjadi apabila suatu mineral mendapatkan tekanan yang melampaui batas platisitas dan elastisitasnya, maka mineral tersbut akan pecah. Pecahan adalah bentuk alamiah atau karakter dari permukaan mineral jika mieral itu baru saja pecah. Bidang pecahan merupakan bidang lemah yang dimiliki oleh suatu mineral. Pecahan terbagi atas beberapa macam yaitu:

1.    Conchoidal
      Conchoidal merupakan pecahnya suatu mineral berbentuk seperti pecahan botol kaca ang pecah atau seperti kulit bawang, contohnya : Opal, Nitter, Obsidian, Kuarsa, Rutil, dll.

2.    Hackly
   Hackly merupakan pecahnya suatu mineral berbentuk seperti pecahnya besi-besi runcing, tajam-tajam serta kasar tidak beraturan, conthonya : Gold, Copper, Platinum, dll.

3.    Even
     Even merupakan pecahnya mineral dengan permukaan bidang pecahnya kecil-kecil dengan ujung pecahnya masih mendekati ujung bidang datar sehingga mempunyai kenampakan yang rata dan cukup halus. Contohnya : Biotite dan Talk.

4.    Uneven
     Uneven merupakan pecahnya mineral yang bidang pecahnya kasar dan tidak teratur. Contohnya :Cobalitite, Nicolite, Ganet, Rodonit,dll.

5.    Splintery
    Splintery merupakan pecahan mineral yang hancur menjadi tajam-tajam kecil-kecil seperti benang/serabut. Pecahan ini sering juga disebut pecahan fibrous. Contohnya : Flourite, Asbes, Augite, dll.

6.    Earthy
      Earthy merupakan mineral yang dipecah justru akan hancur seperti tanah. Contohnya : Biotite,Lempung, dll.

  

Referensi
Hussein, Salahuddin. 2012. “Sifat-Sifat Mineral”. Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Hussein, Salahuddin. 2009. “Handout Geologi Dasar 2010”. Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Winata, Ekrar. Kusumawardani, F. Dithya. 2013. “Modul Praktikum Mineralogi 2013 : Identifikasi Mineral 1”. Laboratorium Mineralogi Geofisika Fakultas Marematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada.
_____. 2012. Bahan Ajar Praktikum Mineralogi:Identifikasi Mineral 2.
Husein, S. 2012. Bahan Ajar Kuliah Mineralogi. Yogyakarta : Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
___. 2011. Modul Geologi Dinamik.Bandung : Institut Teknologi Bandung.
_____. Nurhakim. Draft Modul BGI Teknik Kimia.
Sarjudi. 2008. Modul Deskripsi Mineralogi. Yogyakarta.


{ 0 komentar ... read them below or add one }

Posting Komentar