SUSUNAN MATERI BUMI
1. Pendahuluan
Sejalan dengan evolusi kemajuan berfikir manusia, pengetahuan tentang bumi dimulai dari pengetahuan tentang bentuk luar dari pada bumi. Kondisi fisik bumi telah banyak diketahui terlebih dahulu dari pada kondisi dalam bumi. Bentuk permukaan, jari-jari, relief dan gejala-gejala fisik lainnya telah berkembang pesat. Pengetahuan tentang bentuk bumi bulat telah lama diperdebatkan para pakar. Akhirnya perdebatan itu terhenti sejak Colombus melakukan observasi dengan jalan melakukan pelayaran ke suatu arah yang akhirnya kembali ketempat semula. Terlihatnya asap kapal laut, kemudian cerobong dan akhirnya semua badan kapal terlihat di pantai merupakan salah satu bukti bumi ini bulat (Gambar 2.1). Dengan adanya teknologi luar angkasa berupa satelit maupun berupa instrumen lainnya manusia telah mampu mengungkapkan fenomena bumi dan alam sekitarnya.
Sesuai dengan kodrat manusia yang senantiasa tidak merasa puas, maka keingintahuan tentang bumi mengalami perubahan dari bentuk luar kekondisi atau keadaan didalam bumi. Manusia ingin tahu apa isi bumi, bagaimana wujudnya, bagaimana sifatnya, dan sederatan pertanyaan yang memerlukan jawaban secara eksak. Sebagaimana kita ketahui bahwa jari jari bumi mencapai 6.370 km, maka akan timbul berbagai pertanyaan tentang keadaan bagian dalam dari bumi kita ini. Para pakar ingin mengungkapkan berbagai keterangan mengenai bagian dalam bumi kita ini, misalnya tentang:
• wujud,
• kerapatan batuan penyusun,
• temperatur,
• kecepatan perambatan gelombang suara,
• susunan kimia,
• dan beberapa informasi penting lainnya.
Bagaimana sifat gelombang bunyi ketika melewati lapisan lapisan di dalam bumi dan bagaimana kemungkinan manusia dapat menembus bumi dan beberapa pertanyaan lainnya. Beberapa pertanyaan yang timbul, bagaimana manusia dapat mengemukakan keterangan keterangan seperti itu padahal pemboran kerak bumi yang pernah dilakukaan di Oklahoma untuk menyelidiki bagian dalam bumi ini hanya sampai pada kedalaman 5.253 m atau hanya sekitar 5,2 Km, padahal diameter bumi adalah 6.370 Km.
Hal ini menunjukkan bahwa dengan cara mekanis pengeboran hanya sekitar 0.8 persen dari diameter bumi dapat diketahui, sungguh merupakan tantangan bagi manusia. Karena itu patut dimaklumi bahwa bagian dalam dari bumi sulit bahkan tidak mungkin diselidiki secara langsung. Keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi terus menerus ditantang untuk segera memberikan jawaban tentang misteri bumi.
Sesuai dengan perkembangan daya pikir manusia akhirnya ditemukan suatu gagasan baru, bahwa manusia tidaklah mungkin untuk mengamati dalam bumi secara langsung. Melalui tahapan penelitian yang dimulai dari metode sederhana menuju kepada penyempurnaan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan diketemukannya listrik, getaran suara, maknit dan bahan peledak maka penelitian tentang kondisi di dalam bumi semakin menjadi kenyataan. Pencarian deposit minyak bumi yang sekarang sedang dilakukan juga mengalami perkembangan mulai dari penggunaan metode yang sederhana sampai dengan yang moderen. Dengan diikuti oleh kemajuan ilmu pengetahuan alam seperti matematika, ilmu kimia dan fisika para pakar terus mengembangkan metode penelitiannya untuk mengetahui tentang isi bumi. Sampai saat sekarang tampaknya penggunaan kaidah pemantulan suara (sounding) masih dipergunakan dalam mendeteksi komposisi di dalam bumi.
Gambar 2.1. Ilustrasi Tentang Bentuk Bumi
Upaya para pakar untuk menguak misteri dalam perut bumi terus menggelora, sehingga para pakar dalam suatu konvensi sepakat melakukan terobosan baru dengan cara penyelidikan secara tidak langsung dengan bantuan dari ilmu pengetahuan Kosmologi, Geokimia, Geofisika, Matematika dan Fisika.
Informasi atau keterangan yang diperoleh melalui kosmologi seperti gaya tarik menarik atau tolak menolak antara benda benda angkasa, jarak antara benda benda angkasa, massa, kerapatan, dan sebagainya. Para pakar menganalisanya sampai mereka mengambil suatu kesimpulan tentang keadaan bagian dalam dari bumi ini.
Melalui penyelidikan geokimia yang menganalisa komposisi batuan, mineral, air laut, dan sebagainya, para pakar kemudian memper¬kirakan bagaimana batuan terbentuk, densitasnya, sifat sifatnya dan sebagainya. Hasil penyelidikan geofisika juga sangat membantu untuk meramalkan keadaan bagian dalam dari bumi kita ini, terutama hasil pengukuran gravitasi bumi, medan magnet bumi, dan gelombang seismik.
2. Pendekatan Empiris
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa untuk mengetahui tentang keadaan di dalam bumi merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena itu para pakar mencoba mendekati secara rumusan rumusan ilmiah yang dapat dipergunakan untuk menduga kondisi sebenarnya di dalam bumi. Pendekatan yang akan dipergunakan untuk mengungkap rahasia di dalam bumi tersebut adalah pendekatan secara empiris.
2.1. Magnet Bumi
Jika kita meletakkan jarum atau silet dengan hati hati ke pernukaan air, maka posisinya akan selalu tetap menuju arah tertentu. Hal ini berarti di alam sekitar kita terdapat suatu kekuatan luar biasa yang dapat mengendalikan arah dan/atau posisi benda yang mempunyai besaran dan arah tertentu (besaran vektor).
Para pakar telah sepakat bahwa bumi merupakan medan magnet yang luar biasa besarnya, dan sebagaimana diketahui jarum kompas selalu menunjuk ke arah utara dan selatan kutub magnet bumi. Fenomena alam semacam itu dapat dimanfaatkan untuk meng¬ungkap sejarah masa lampau tentang kejadian bumi serta rahasia di dalam bumi. Demikian pula halnya dengan mineral atau batuan yang terdapat dipermukaan bumi ada yang mempunyai kekuatan (gaya) untuk tarik¬ menarik atau tolak menolak sesama benda.
Secara umum dapat dikatakan bahwa benda itu bersifat magnet. Beberapa batuan yang bersifat antara lain: magnetit (Fe3O4). Hematit (Fe2O3), Ilmenit (FeTiO3), dan sebagainya. Dengan mempelajari bekas bekas arah yang ditujukkan oleh mineral mineral yang bersifat magnetis itu dalam batuan secara palaeomag¬netis, telah diketahui bahwa gaya medan magnet bumi telah mengalami perubahan arah selama sejarah pembentukannya.
Berdasarakan pengamatan kemaknitan tersebut tampaknya periode perubahan arah magnet bumi terjadi secara tidak teratur, baik mengenai lamanya maupun arahnya. Misalnya perubahan yang terjadi sampai saat kini, dari perhitungan memerlukan waktu sekitar 690.000 tahun. Pada perhitungan sebelumnya sekitar 200.000 tahun, dan sebelumnya lagi periode pembalikan itu lamanya 60.000 tahun.
Sejak 110 juta tahun terakhir ini, para pakar mengenal sekitar 80 kali pembalikan kutub magnet bumi. Tetapi sedemikian jauh belum banyak penjelasan yang memuaskan mengenai pembalikan tersebut. Penyebabnya mungkin dari bumi itu sendiri atau pengaruh - ¬pengaruh yang datangnya dari luar bumi dan balikan tidak menutup kemungkinan adanya kesalahan dalam pengukurannya. Dengan demikian arah kemaknitan bumi merupakan salah satu misteri alam semesta yang sampai saat sekarang belum terungkap. Ini merupakan tantangan bagi generasi mendatang!
Pengamatan pengamatan palaeomagnetis seperti itu banyak membantu para pakar geologi untuk menganalisa gerakan gerakan kulit bumi, sebab sebab pembalikan kutub magnet bumi tersebut akan mempenga¬ruhi gerakan gerakan di litosfir. Terjadinya pengangkatan suatu daerah atau patahan patahan yang terjadi dapat didekati dengan menggunakan teori magnet bumi ini. Tentu saja hasil informasi yang diperoleh belum sampai memuaskan para pakar dalam bidang geologi, karena ada hal hal yang belum diterima secara rasio. Namun demikian arah maknet pada batuan belum cukup untuk mengulas dan/atau mengidentifikasi dinamika bumi.
2.2. Gravitasi Bumi
Suatu fenomena alam yang tidak dapat dipungkiri adanya suatu kekuatan (gaya) yang senantiasa ke bawah (tegak lurus bumi). Mobil dapat berjalan kecepatan tinggi di jalan raya, manusia dapat berjalan di permukaan bumi dan tanaman dapat tumbuh dengan akar menuju ke dalam bumi dapat dipastikan kesemuanya itu berkaitan dengan adanya gaya gravitasi bumi. Di bulan gaya semacam itu tidak ada, sehingga para astronot tidak dapat lari kecang dan tidak dapat berdiri tegak di bulan. Pergerakan para astronot seperti pergerakan orang mabuk dan melayang layang di atmosfer bulan.
Bumi yang mempunyai gaya tarik ke arah intinya yang lebih dikenal sebagai suatu gaya gravitasi. Dengan adanya gaya tersebut maka kita dan semua benda benda di permukaan bumi ini tidak sampai melayang ke ruang angkasa. Sebenarnya gaya gravitasi telah ada semenjak bumi dan jagad raya ini tercipta. Manusia belum berpikir jeli terhadap fenomena gaya ini. Secara empiris belum ada manusia yang peduli dengan gaya Gravitasi. Dikenalnya gaya gravitasi baik secara empiris mulai diramaikan orang pada saat Isaac Newton mengungkapkan teori gravitasinya. Konon menurut sejarah teori itu diperoleh, karena ketajaman kepedulian pemikirannya terhadap fenomena alam yang pada saat itu diilhami oleh jatuhnya buah apel dari pohon ke tanah. Konsepsi dasar teori gaya gravitasi adalah gaya tarik menarik antara 2 massa, secara konsepsi teori tersebut diformulasikan oleh Isaac Newton sebagai berikut:
dimana: = konstanta yang besarnya 6,670 x 10 8 (sistem cgs) atau gaya tarik menarik 2 massa yang beratnya 1 gr, jaraknya 1 cm, dinyatakan dalam dyne.
Gaya gravitasi di setiap tempat permukaan bumi tidak sama, hal ini disebabkan adanya perbadaan: jari jari ke kutub dan kekatulistiwa (pengaruhnya kecil sekali), Ketinggian tempat (pengaruhnya juga sangat kecil), Kerapatan batuan yang menyusun kerak bumi justru sangat menentukan.
Dengan mengetahui besarnya gaya gravitasi di permukaan bumi para pakar dapat menganalisa keadaan bagian dalam dari bumi. Dengan asumsi bahwa bahwa volume (massa) bumi besarnya tetap, maka dengan adanya bagian bumi yang rendah seperti halnya lautan atau lembah akan dikompensasikan oleh adanya benua atau pegunungan agar volume bumi tetap. Illustrasi tentang konsepsi keseimbangan atau kompensasi disajikan dalam Gambar 2.2. Konsepsi seperti ini dapat dikatakan sebagai daya lenting dari bumi. Pada saat kita mengamati globe, jelas terlihat bahwa belahan bumi utara yang kebanyakan berupa daratan diimbangi oleh lautan di belahan bumi selatan.
Hal yang sama juga terjadi pada barisan pegunungan, bahwa pada jalur pegunungan tinggi nampak adanya imbangan dari jalur palung laut yang dalam di dekatnya. Fenomena semacam ini oleh para pakar disebut kedudukan seimbang atau Isostasi. Selama belum tercapai keseimbangan atau kedudukan isostasi itu, maka kerak bumi akan bergerak terus mencari keseimbangannya, dan ini merupakan salah satu penyebab dari gaya tektonik atau labilnya permukaan bumi. Berdasarkan konsepsi tentang isostasi ini, menimbulkan dua hipotesa yang paling dikenal oleh kalangan para pakar geologi, yaitu PRATT dan AIRY.
a. Teori Pratt's
Konsepsi awal tentang isostasi yang dikemukaan oleh Pratt's sebenarnya tidak menggunakan istilah Isostasi, melainkan kompensasi pada saat mengemukakan teori pertama kalinya pada tahun 1859. Pratt's mengemukakan bahwa adanya kelebihan massa di atas daratan dikompensasikan oleh adanya kekurangan massa di dasar laut. Akan tetapi densitas batuan yang menyusun daratan lebih kecil daripada densitas batuan yang menyusun dasar lautan. Dengan kata lain, adanya perbedaan ketinggian antara daratan dan lautan adalah karena perbedaan kepadatan batuan yang menyusun kerak bumi di kedua bagian bumi tersebut.
Gambar 2.2. Illustrasi Konsep Keseimbangan/Kompensasi
Untuk memberikan gambaran empiris Pratt's membuktikan dengan menggunakan berbagai logam yang tidak sama berat jenisnya (Gambar 2.3).
Gambar 2.3. Teori Pratt’s Tentang Adanya Isostasi
Pada penampang dan beratnya dibuat sama, kemudian diapungkan dalam air raksa. Dari percobaan tersebut ternyata logam yang bobot jenisnya lebih besar hanya sedikit tersembul di atas permukaan air raksa, sedang logam yang lebih ringan tidak banyak tenggelam di bawah permukaan air raksa. Analogi yang dapat diambil dari percobaan tersebut dapat dikatakan bahwa gunung Himalaya itu merupakan hasil isostasi dari lautan atlantik.
b. Teori Airy's
Konsepsi tentang isostasi dilanjutkan oleh Airy, ia mengemukakan teorinya ini pada tahun 1865 dengan jalan pikiran yang agak berbeda dengan Pratt. Airy membenarkan bahwa batuan yang menyusun kerak bumi tidak sama densitasnya, namun perbedaan itu tidaklah terlalu besar yang dapat menghasilkan perbedaan ketinggian permukaan bumi sedemikian besarnya.
Keraguan raguan dari Airy berasal dari ketidak puasannya dengan fakta/kenyataan yang ada bagaimana Gunung Himalaya yang begitu tinggi dapat terbentuk hanya dengan menurunnya palung palung laut yang sangat dalam. Airy memberikan gambaran yang serupa dengan Pratt's, tetapi dengan menggunakan logam yang sejenis (dengan kata lain densitas batuan penyusun kerak bumi dianggap sama), namun ketebalannya tidak sama. Setelah diamati, ternyata logam yang lebih tebal tersembul lebih tinggi di atas permukaan air raksa dibanding logam yang tipis (Gambar 2.4). Dengan demikian Airy mengambil kesimpulan bahwa perbedaan ketinggian permukaan bumi bukan karena perbedaan densitas batuan tetapi akibat dari perbedaan ketebalan lapisan kerak bumi.
Airy menganalogikan pada konsepsi terbentuknya pegunungan yang tinggi akarnya akan jauh masuk ke dalam bumi dibandingkan dengan dasar laut yang belum sebanding. Berdasarkan teori tersebut, maka teori Airy ini lebih dikenal dengan konsepsi akar pengunungan (The Roots of Mountain hypothesis of isostasy). Sesuai dengan kemajuan zaman, pendapat Airy lebih banyak dianut dan dipergunakan oleh para ahli geologi pada saat itu, namun tidak berarti bahwa pendapat Pratt salah, sebab ternyata batuan penyusun kerak bumi tidak sama densitasnya. Dengan demikian, kedua teori tersebut pada prinsipnya saling melengkapi dimana dasar kerak bumi tidak rata sebagaimana diduga oleh Pratt (akar pegunungan menjorok lebih dalam dibandingkaan dasar laut), dan dipihak lain densitas batuan penyusun kerak bumi juga tidak sama sebagaimana digunakan Airy dalam mengemukakan teorinya.
Gambar 2.4. Teori Airy tentang adanya Isostasi
Penyimpangan Gravitasi
Berdasarkan hasil pengukuran gravitasi setiap tempat di permukaan bumi dibandingkan dengan gravitasi teoritis yang seharusnya dimiliki oleh tempat tersebut tidak sesuai dan cenderung timbul adanya penyimpangan. Atas fenomena ini para pakar sepakat bahwa di permukaan bumi ini akan dijumpai gaya gravitasi yang agak menyimpang. Para ahli menyepakati adanya anomali gravitasi/anomali isostasi. Anomali gravitasi adalah penyimpangan gravitasi di suatu tempat di permukaan bumi dari gravitasi teoritis yang seharusnya dimiliki. Dengan kata lain selisih antara gravitasi sebenarnya dengan gravitasi secara teoritis. Berdasarkan perbedaan nilai tersebut, maka penyimpangan gravitasi dikenal ada dua macam Anomali Gravitasi, yaitu: anomali positif dan negatif.
Anomali Gravitasi positif terjadi bila gravitasinya lebih besar dari gravi¬tasi teoritis. Daerah yang mengalami Anomali Gravitasi positif cenderung akan mengalami penurunan untuk mencapai kedudukan seimbang, sebab kelebihan berat dibanding daerah yang mengalami Anomali Gravitasi negatif. Anornali Gravitasi negatif terjadi bila gravitasinya lebih kecil darl gravi¬tasi teoritis. Daerah yang mengalami Anomali Gravitasi negatif cenderung mengalami pengangkatan agar tercapai kedudukan isostasi.
Gravitasi teoritis yang dimaksudkan dalam teori ini adalah besamya gaya gravitasi pada Spheroid, yaitu permukaan bumi rata rata yang berbentuk elipsoidal (suatu permukaan bumi khayal, hanya dibayangkan saja/dilukiskan di atas kertas guna keperluan perhitungan). Pada semua titik di Spheroid ini nilai gravitasinya sama asal terletak pada lintang yang sama (jarak ke pusat bumi sama & gaya sentrifugal akibat rotasi bumi juga sama). Dengan pengukuran gravitasi di permukaan bumi kemudian dianalisa, para pakar dapat meramalkan peristiwa geologi yang akan terjadi di suatu daerah misalnya pembentukan pegunungan, penurunan permukaan daratan, dan sebagainya.
Pengukuran gravitasi di Indonesia telah banyak dilakukan sejak zaman penjajahan Belanda. Salah seorang pakar yang tercatat Vening Meinesz banyak melakukan penelitian gravitasi di Indonesia. Dari beberapa hasil penelitiannya berkesimpulan bahwa di daerah Maluku dan sekitarnya merupakan daerah labil, sehingga setiap saat akan terjadi proses pembentukan pegunungan tinggi dan akan terjadi pula penurunan permukaan tanah. Terjadinya gempa bumi yang dahsyat yang menelan beberapa korban pada tahun 1994 di Flores merupakan salah satu peristiwa yang berkaitan dengan kelabilan daerah tersebut.
Munculnya gunung baru di Negara Tonga pada tanggal 18 Juni 1995 dengan ketinggian 15 menjadi 50 meter dalam kurun waktu 10 hari juga merupakan fenomena pengangkatan kerak bumi akibat gaya di dalam bumi. Tampaknya aktivitas inti bumi menjadi lebih nyata peranannya dengan adanya bukti bukti kongkrit ini.
2.3. Gelombang Seismik.
Gelombang seismik adalah getaran kerak bumi yang diakibatkan adanya gangguan pada salah satu lapisan bumi, sehingga menyebabkan adanya getaran. Getaran yang sampai kepermukaan bumi pada umumnya menyebabkan pergerakan keberbagai arah, gerakan ini sering disebut dengan gempa bumi. Jika terjadi peristiwa gempa baik yang terjadi secara alamiah maupun yang terjadi karena buatan yang disengaja oleh manusia, maka tekanan akan diteruskan melalui materi di sekelilingnya berupa rambatan getaran dalam bentuk gelombang. Secara garis besar, gelombang seismik/gempa dapat dibedakan atas 2 macam yaitu gelombang dalam (Body Wave) dan gelombang permukaan (Surface Wave).
Gelombang Dalam
Gelombang dalam atau body wave adalah gelombang yang meram¬bat didalam bumi, dari pusat gempa menuju ke segala arah. Berdasarkan caranya merambat melalui batuan penyusun bumi, dikenal ada dua tipe, yaitu: (1) gelombang longitudinal dan (2) gelombang transversal.
Gelombang Longitudinal atau Gelombang Primer, nama yang diberikan sesuai dengan kecepatannya dimana tipe gelombang inilah yang pertama kali tercatat oleh seismograf. Arah getarannya ke depan dan yang ke belakang sehingga materi yang dilaluinya mengalami tekanan dan perenggangan (seperti spiral). Oleh karena itu sering pula disebut "Push pull Wave" ataupun "Com¬pressional Wave". Gelombang ini dikenal pula sebagai Gelombang Suara karena cara perambatannya seperti cara perambatan suara di udara. Sifat dari gelom¬bang ini adalah dapat melalui materi dalam wujud padat, cair, maupun gas. Dan karena arahnya yang kedepan maka tergolong cepat. Bila menembus materi bumi, kecepatannya berkisar antara 8,5 km/detik di lapisan dalam sampai sekitar 6 km/detik di kerak bumi.
Gelombang Transversal atau Gelombang Sekunder berbeda dengan gelombang longitudinal. Arah getaran gelombang ini tegak lurus pada garis arah ke mana ia bergerak. Karena itu maka kecepatannya lebih rendah dibandingkan dengan gelombang Primer tadi. Akibat lain dari arah gerakannya adalah bahwa tipe gelombang ini hanya dapat melalui benda yang berwujud padat. Bila melewati materi berwujud cair atau gas, gelombang ini hilang/tidak tercatat oleh alat Seismograf. Adapun kecepatannya hanya sekitar 2/3 kecepatan Gelombang Primer atau sekitar 4 6 km/detik.
Gelombang Permukaan
Gelombang permukaan atau Surface Wave, yaitu getaran yang merambat ke permukaan bumi kemudian melanjutkan perjalannya di permukaan bumi. Jadi jalan yang dilalui lebih panjang, sehingga gelombang ini tercatat paling akhir oleh seismograf. Kecepatan perambatannya sekitar 3 4 km/detik. Bentuknya seperti gelombang air, ada yang berupa gelombang primer dan sekunder. Secara skematik gelombang gelombang yang terjadi di dalam dan dipermukaan bumi disajikan dalam Gambar 2.5.
Gambar 2.5. Illustrasi Gelombang Primer dan Sekunder
Perbedaan prinsip antara Gelombang Primer dan Gelombang Sekunder tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk memperkirakan wujud bagian dalam dari bumi, maupun pencarian bahan galian, khususnya minyak bumi. Disamping itu dapat digunakan untuk menghitung jarak pusat gempa ke stasion pengamat gempa. Ulasan lebih komprehensif tentang gempa bumi akan diuraikan dalam bab tersendiri.
2.3. Struktur Bumi/Lapisan Bumi
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa bagian bumi bagian dalam sulit sekali diketahui secara langsung, sehingga orang berusaha menganalisanya lewat hasil pengukuran secara tidak langsung.
Wujud bagian dalam dari bumi, menimbulkan beberapa pendapat/dugaan. Ada yang mengatakan bahwa makin jauh ke dalam bumi temperatur makin tinggi, dimana kenaikan suhu rata rata 2oC/ 100 meter (gradien geotermis) dan makin dalam makin kecil gradien geotermis tersebut. Setelah dihitung, para ahli memperkirakan temperatur inti bumi sekitar 2.000 oC – 3.000 oC. Berdasarkan hasil pengukuran empiris tersebut, menimbulkan suatu pendapat bahwa inti bumi pasti berwujud gas karena pada temperatur sedemikian tingginya itu materi padat akan mencair kemudian berubah menjadi gas.
Sebagian pakar lain tidak sependapat dengan alasan bahwa makin ke dalam tekanan juga akan makin tinggi karena tekanan lapisan dari atas semakin besar. Oleh karena itu di bawah tekanan yang begitu besar (sekitar 3 juta atmosfir) maka inti bumi tentunya berwujud padat. Timbul pendapat lain yang menggabungkan kedua pendapat di atas mengatakan bahwa inti bumi wujudnya kental sebab sekalipun temperatur tinggi namun tekanan yang begitu tinggi akan menghalangi perubahan zat menjadi gas
Dalam perkembangan selanjutnya atas bantuan pengetahuan gelombang gempa, para ahli mengemukakan keterangan keterangan yang diperoleh tidak saja dari analisa tentang gelombang gempa, melain¬kan juga dengan hasil analisis parameter yang lainnya. Perkiraan perkiraan merupakan metode pendekatan yang tidak dapat dihindari. Karena itu para pakar bersepakat bahwa kemungkinan materi yang menyusun masing masing lapisan bumi tersebut harus di identifikasikan.
Berdasarkan penelitian dengan bantuan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah disebutkan sebelumnya, para pakar menyusun suatu teori tentang kerangka bumi. Berdasarkan teori tersebut mereka membagi bumi kedalam 3 bagian besar yaitu:
• Kerak bumi (Crush),
• Selimut (Mantle)
• Inti (Core).
Secara skematik ketiga susunan utama bumi tersebut disajikan dalam Gambar 2.6.
1. Kerak Bumi (Crush)
Lapisan ini menempati bagian paling atas/permukaan bumi dengan tebal rata rata antara 10 50 km. Tebal lapisan ini tidak sama di semua tempat. Secara garis besar, di atas benua tebalnya berkisar antara 20 50 km, namun di bawah dasar laut ketebalannya hanya mencapai sekitar 10 12 km saja. Jika dihubungkan dengan teori isostasi tampaknya teori ini masih relevan sekali untuk menjelaskan tentang susunan lapisan bumi. Wujud lapisan ini pada umumnya berupa materi materi yang padat. Dalam kerak bumi ini masih terbagi lagi kedalam sublapisan, yaitu: lapisan yang bersifat granitis dan yang bersifat basaltika.
Lapisan Granitis
Lapisan granitis merupakan lapisan paling luar dari kerak bumi. Nama yang diberikan menunjukkan bahwa susunan materi yang menyusunnya kebanyakan berupa batuan granit. Lapisan ini menempati lapisan paling atas dengan ketebalan sekitar 10 15 km, dengan kecepatan gelombang primer mencapai 6,5 km/ detik. Akan tetapi lapisan ini tidak diketemukaan di semua tempat dan pada umumnya di dasar laut tidak dijumpai lapisan ini.
Gambar 2.6. Susunan Lapisan Utama Bumi
Lapisan Basaltis
Lapisan basaltis merupakan lapisan setelah lapisan granitis. Nama yang diberikan menunjukkan bahwa susunan materi kebanyakan tersusun dari materi basalt yang bersifat basa dengan densitas yang lebih besar. Letaknya di bawah lapisan granitis dengan kedalaman sekitar 30¬ - 50 km. Kecepatan gelombang primer berkisar antara 6,5 km/detik di bagian atas, sedangkan di bagian bawah mencapai 8 km/detik.
2. Selimut (Mantle).
Lapisan bagian dalam setelah kerak bumi adalah mantel, sesuai dengan namanya lapisan ini bersifat melindungi bagian dalam bumi. Lapisan ini menempati bagian sebelah bawah dari kerak bumi, pada umumnya dibagi atas 3 bagian lagi yaitu: litosfer, astenosfer dan mesosfer.
Litosfer
Lapisan paling luar dari selimut disebut dengan litosfer, kata litosfer berasal dari kata lithos yang berarti batu dan fera berarti sekeliling. Berdasarkan pengertian itu, maka litosfer berati lapisan pal¬ing luar dari selimut yang didominasi oleh batuan. Letaknya paling atas dari selimut bumi, terdiri dari materi materi yang berwujud padat dengan tebal sekitar 50 100 km. Bersama sama dengan kerak bumi sering pula disebut lempeng lithosfir yang mengapung di atas materi yang agak kental yaitu astenosfir¬. Pada kedalaman sekitar 60 200 km dari puncak litosfir terdapat lapisan yang agak lain sifatnya dimana kecepatan gelombang lebih lambat, disebut "Low velocity layer".
Astenosfer
Lapisan setelah litosfer adalah astenosfer, lapisan ini berada di bawah litosfir dengan wujud agak kental dengan tebal sekitar 100 400 km. Karena itu kecepatan gelombang pada waktu melewati lapisan ini agak menurun. Diduga batuan disini lebih panas dari batuan biasa di sekitarnya sehingga 1 10 % lebur.Para pakar menduga mungkin lapisan ini sebagai tempat formasi magma (magma induk). Dan pada lapisan ini pula sintesa batuan dan mineral dibentuk. Karena wujudnya tidak padat, maka massa yang ada di atasnya dapat bergerak. Mungkin kondisi semacam ini yang dipikirkan oleh Pratt dan Airy pada saat mereka berteori tentang isostasi.
Mesosfir
Wujudnya padat dengan tebal sekitar 2.400 2.750 km terletak di bawah Astenosfir. Kecepatan gelombang primer bertambah dari sekitar 8 km/detik, di Lithosfir sampai sekitar 13 km/detik. Karena itu diduga bahwa materi penyusun lapisan ini jauh lebih berat, kemungkinan berupa mineral Periodotit dan Pallasit (campuran mineral batuan basa dan besi) dengan densitas sekitar 3,0 di bagian atas sampai 8,0 di bagian bawah. Pada perbatasan ke inti bumi, terdapat lapisan transisi di mana kecepatan gelombang primer menurun dengan tajam dari 13 km/detik menjadi 8 km/detik. Lapisan transisi ini disebut "Gutenberg Wiechert discontinuety layer" yang biasanya dijumpai pada kedalaman 2.898 km.
3. Inti (Core)
Lapisan paling dalam dari bumi disebut dengan inti bumi (core), lapisan ini dapat pula dibedakan atas 2 bagian: inti luar (outer core) dan inti dalam (inner core).
Inti Luar
Inti luar adalah inti bumi yang ada dibagian luar (Outer Core), diduga berwujud cair sebab lapisan ini tidak dapat dilalui oleh gelombang sekunder. Tebal lapisan ini sekitar 2.160 km.
Inti Dalam
Inti dalam adalah inti bumi yang ada di lapisan dalam (inner Core), diduga berwujud padat, tersusun dari materi berupa besi atau besi dan nikel (Nife) dengan densitas sekitar 10 gram/cm3 lebih. Pada kedalaman sekitar 5.145 km seismograf menunjukkan peru¬bahan kecepatan gelombang Primer (naik), sebagai petunjuk batas antara inti bagian luar dan inti bagian dalam. Tebalnya sekitar 1.320 km.
Sampai sekarang orang masih berkeyakinan bahwa inti bagian dalam dari bumi ini berupa padatan, akan tetapi secara termodinamika kondisi tidak menunjang, masalahnya pada suhu yang sangat tinggi yaitu ribuan derajad celcius, maka besi, nikel dan beberapa logam lainnya tidak akan berwujud padatan, tetapi berupa senyawa gas. Dalam kejadian sehari hari tukang las besi dapat melelehkan besi pada suhu ribuan derajad, bagaimana jika suhunya dinaikkan lagi? belum dapat dibayangkaan oleh manusia. Mungkin inti bagian dalam bumi berupa sisa sisa reaksi inti nuklir yang tersisa pada saat bumi terlepas dari pusaran dan ledakan dahsyat (Big Bang).
Jika asumsi itu benar, maka bulan merupakan salah satu planet yang serupa bumi namun pada saat sekarang intinya telah padam, sehingga dinamika bulan tidak terjadi lagi dan bentuk bulan menjadi statis. Apakah nasib bumi kita ini akan seperti bulan? atau planet lainnya yang serupa? belum ada jawaban yang pasti semuanya perkiraan saja.
2.4. Unsur Materi Bumi
Dari uraian sebelumnya tentang susunan/lapisan bumi, para pakar geologi tampaknya masih belum puas tentang konsepsi susunan lapisan bumi yang terbagi atas: kerak bumi, selimut dan mantel.
Bagi para pakar yang mendalami bidang ilmu tanah, pengetahuan tentang susunan/lapisan bumi tidak banyak memberikan nuansa yang lebih luas untuk mengulas masalah kesuburan tanah. Justru yang lebih penting adalah pengetahuan tentang unsur materi penyusun bumi. Pokok bahasan yang menyangkut masalah unsur materi bumi dipelajari dalam kecabangan geologi lainnya. misalnya petrologi dan mineralogi. Kedua kecabangan ilmu geologi tersebut secara jelas dan komprehensif membahas tentang jenis batuan, sifat batuan dan bagaimana proses terbentuknya, demikian pula untuk mineralogi.
Materi bumi terdiri atas benda padat, cair dan gas. Yang menjadi pokok bahasan adalah dari materi materi padat yang disebut batuan, sedang batuan sendiri merupakan kumpulan mineral – mineral. Secara skematik sekuens komposisi hancuran bahan padat bumi berdasarkan ukuran (diameter) adalah sebagai berikut :
Berdasarkan skema tersebut di atas, dapat dikatakaii bahwa penyusun bumi yang dianggap paling kecil adalah unsur. Namun dengan kondisi di permukaan bumi, unsur tersebut tidak dapat berdiri sendiri di alam, mereka akan selalu bereaksi dengan oksigen (O2) membentuk senyawa oksida.
Jika menelusuri lebih jauh asal usul dari materi bumi kita akan sampai ke masalah partikel partikel nuklir. Akan tetapi tentu saja kita tidak akan memperbincangkannya sejauh dan sedetail itu, sebab tujuan utama hanya sekedar memperoleh gambaran umum yang berkenaan dengan geologi. Dengan asumsi bahwa penyusun bumi terkecil yang dapat dideteksi adalah atom, maka berdasarkan analisis laboratorium komposisi/susunan materi bumi dapat disajikan dalam Tabel 2. 1. Komposisi unsur/elemen tersebut disusun dari prosentase terbesar sampai dengan yang paling kecil. Prosentase pengukuran relatif terhadap berat batuan, bumi dan terhadap volume batuan yang diukur.
Tabel 2.1. Komposisi Penyusun Bumi
No Unsur % berat % berat % Volume
1 Oksigen (0) 46,6 62,6 93,8
2 Silikon (Si) 27,7 21,2 0,9
3 Aluminium (AI) 8,1 6,5 0,5
4 Besi (Fe) 5,0 1,9 0,4
5 Kalsium (Ca) 3,6 1,9 1,0
6 Sodium (Na) 2,8 2,6 1,3
7 Potassium (K) 2,6 1,4 1,8
8 Magnesium (Mg) 2,1 1,9 8,3
9 Lain lain 1,5
100,00 100,00 100,00
Berdasarkan Tabel 2.1 tersebut tampak bahwa komposisi yang menduduki porsi terbanyak adalah oksigen, diikuti silikon, aluminuium, besi dan seterusnya. Urutan komposisi tersebut memberikan arti yang sangat penting dalam dunia pertanian maupun dunia pertambangan. Berdasarkan pengamatan di lapangan ternyata kaomposisi seperti dalam Tabel 2.1 tersebut tidaklah sama antara jenis batuan satu dengan lainnya, antara suatu daerah dengan daerah lainnya. Hal ini sangat berkaitan dengan proses/mekanisme pembentukannya di dalam perut bumi. Kajian komposisi unsur penyusun bumi seperti yang disajikaan dalam Tabel 2. 1. akan dibahas secara mendetail dalam pokok bahasan batuan dan minerologi.
2 4. 1. Batuan
Batuan adalah benda alam yang menjadi penyusun utama bumi. Kebanyakan batuan merupakan campuran mineral yang bergabung secara fisik satu sama lain. Beberapa batuan terutarna tersusun dari sejenis mineral saja, dan sebagian kecil lagi dibentuk oleh gabungan mineral, bahan organik serta bahan bahan vulkanik. Banyak sekali cara penggolongan batuan, ada yang berdasarkan warnanya, kekerasannya, kandungan kimianya, kandungan fossil, umurnya, dan sebagainya. Semuanya menurut maksud/tujuan penggo¬longan batuan tersebut.
Hingga sekarang tampaknya belum ada dasar yang logis untuk membuat suatu klasifikasi batuan yang dapat memuat semua peng¬golongan sehingga lebih pantas untuk menerima penggolongan batuan yang bermacam macam menurut tujuannya. Jika menuruti keinginan setiap pengguna, maka banyak sekali jenis dan macam batuan yang terbentuk di permukaan bumi ini. Salah satu penggolongan batuan yang banyak manfaatnya bagi para pakar ilmu pengetahuan tentang bumi adalah yang didasarkan atas terjadinya batuan (proses terbentuknya). Berdasarkan terjadinya batuan, dapat digolongkan atas tiga bagian utama yaitu: batuan beku, sedimen, dan metamorf. Bahasan lebih lanjut tentang batuan disajikan dalam bagian berikutnya. Secara umum komposisi batuan di permukaan bumi didasarkan atas jenis batuannya didominasi oleh batuan sedimen, hampir 66 % permukaan bumi berupa batuan sedimen, sedangkan 34% berupa: batuan ektrusi, intrusif, metamorf berturut turut 8, 9, dan 17%. Pola penyebaran jenis batuan di permukaan bumi untuk setiap kontinen disajikan dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Persentase Batuan di Permukaan Bumi
Kontonen Batuan Kristal (%) Sedimen
Ektrusi Interusi Metamorf
Asia 9 12 5 74
Afrika 4 16 22 58
Amerika Utara 11 6 31 52
Amerika Selatan 11 2 25 62
Eropa 3 7 3 87
Australia 8 11 11 70
Berdasarkan Tabel 2.2 tersebut tampak bahwa batuan sedimen terbanyak dijumpai di daratan Eropa. Hal ini dapat dimengerti karena hampir semua daratan Eropa terutama bagian timur jarang dijumpai adanya gunung berapi, sehingga batuan ektrusi dan intrusi jarang dijumpai. Dengan kata lain, bahwa batuan sedimen banyak dijumpai pada daerah daerah yang sudah tua. Bahan yang banyak dijumpai merupakan bahan yang sudah mengalami pelapukan lanjut.
Sedangkan batuan ektrusi dan intrusi banyak dijumpai di Asia, hal ini dapat dimengerti karena kawasan Asia terutama Indonesia, Jepang, Filipina dan Italia merupakan bagian Asia yang berpotensi gunung berapi. Batuan ektrusi dan intrusi akan dijumpai hanya pada kawasan-kawasan tertentu. dimana aktivitas vulkanik ada dan masih aktif. Sedangkan untuk batuan metamorf pada umumnya merupakan kawasan kombinasi antara kawasan vulkanik dengan daerah sedimentasi.
24.2. Mineral
Tanah yang berupa media tumbuh tanaman secara fisik terdiri atas campuran partikel anorganik, bahan organik yang melapuk, air dan udara. Partikel yang lebih besar biasanya diselubungi oleh bahan koloid yang partikelnya jelas lebih halus. Pada tanah berpasir jelas ukurannya besar lebih dominan, sedangkan pada tanah tanah berliat ternyata lebih banyak menunjukkan sifat koloid. Dengan ukuran partikel telah dikenal adanya fraksi pasir, debu, dan liat. Pasir yang paling besar sering kali merupakan pecahan batuan seperti kuarsa, yang kenyataannya memang mineral ini mendominir fraksi debu, dan pasir. Disamping kuarsa juga mengandung sejumlah tertentu mineral primer seperti feldspar dan mika. Gibsit, hematit dan limonit juga dikete¬mukan, biasanya sebagai penyelubung pada butir pasir.
Ditinjau dari pandangan kesuburan, tanah dapat dipandang sebagai suatu bahan yang tersusun atas partikel batuan yang telah terlapuk, yang bersama bahan organik, air, udara menjadi media pertumbuhan tanaman. Tanaman dapat menyerap unsur haranya dari bahan batuan terlapuk yang mengandung mineral primer saja asalkan mineral ini telah mengalami perubahan kimia dan menjadi larut dalam air.
Batuan yang membentuk tanah mengalami proses pelapukan. Ini berarti bahwa komponen batuan tidak saja mengalami pemecahan secara fisik menjadi partikel yang lebih kecil, tetapi mereka juga mengalami perubahan kimia. Proses pelapukan tersebut berjalannya di alam di bawah pengaruh kondisi lingkungan, terjadi melalui berbagai reaksi.
Kejadian yang paling umum ialah larutnya CO2 dalam air membentuk asam karbonat yang mempunyai daya larut lebih besar sehingga mampu melarutkan/melapukan feldspar menjadi kaolinit.
2 Kal Si2O8 + 2H2CO3 + 9H2O Al2 Si2O5(OH) + 4H4SiO4 + 2HCO3-
K Feldspar Kaolinit
Setiap jenis mineral menunjukkan sikap yang berbeda beda terhadap gaya pelapukan dari luar, ada mineral yang mudah terlapuk, tetapi banyak juga yang sukar terlapuk. Mineral yang kelarutannya rendah mempunyai kontribusi dalam penyediaan unsur hara tanaman dalam jangka panjang. Selama beberapa dekade yang lalu hampir semua pustaka mineralogi membahas masalah klasifikasi kimiawi mineral berdasarkan hukum periodik Mendeleyev. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau pembagian mineral menjadi kelas kelas menurut bentuk senyawa kimia menjadi dasar mineralogi modern. Namun demikian pembagian lebih lanjut dari kelas menjadi sub kelas dan group telah mengalami perubahan secara mendasar, terutama dengan adanya perkembangan ilmu kristalografi.
Analisis struktur kristal dengan menggunakan analisis difraksi sinar X (X ray diffraction) berdasarkan hukum Fyodorov telah membuktikan adanya hubungan antara komposisi kimia dengan struktur kristal sehingga memungkinkan adanya pemeriksaan yang lebih teliti tentang struktur kristal.
Dengan diketahuinya metode XRD ini, kita lebih banyak mengenal sifat sifat mineral, bukan saja bentuk luarnya, tetapi juga sifat optik, muatan listrik, dan mekanik (kekerasan, belahan elastisitas), dan yang lainnya. Sifat sifat ini ternyata semuanya berkaitan dengan susunan ruang dari unit struktur (atom, ion, molekul) dan tipe ikatan kimia diantara unit unit tersebut.
Semua perkembangan tersebut telah membuka lembaran baru di dalam dunia ilmu mineralogi, sehingga identifikasi mineral dirasa tidak mungkin tanpa pengetahuan komposisi kimia dan struktur kristalnya. Oleh karena itu klasifikasi mineral harus bersifat kristalokimia dan berdasarkan pada pengetahuan tentang hubungan antara semua sifat senyawa senyawa kimia alami tersebut, termasuk komposisi kimia dan struktur kristalnya. Beberapa prinsip dasar mengenai sifat, proses pembentukan dan klasifikasi mineral akan dibahas secara mendetail dalam pembahasan berikutnya.
BAGIAN-BAGIAN UTAMA DARI BUMI
Bumi merupakan salah satu anggota dari susunan tata surya. Tata surya itu sendiri terdiri dari planet-planet dengan masing-masing satelit, asteroid, comets dan kumpulan meteorit, yang kesemuanya bergerak karena pengaruh gaya tarik dari matahari. Sedangkan matahari merupakan pusat dari susunan tata surya ini. Dibidang astronomi, orang berusaha mendefenisikan bagian-bagian tata surya tersebut, dari masa kemasa semakin komplit dan menjadi sumber informasi penting dalam memeacahkan masalah pembentukan bumi. Beberapa bagian terpenting dari susunan tata surya tersebut di atas adalah:
Matahari, adalah sebuah bintang yang berwujud gas berbentuk bola dengan diameter 864.000 mil dan mempunyai massa 332.000 kali massa bumi. Jarak matahari ke bumi adalah 93 106 mil.
Planet-planet, Jumlah keseluruhan planet ada 9 buah yang kesemuanya bergerak mengitari matahari. Adapun urutan planet-planet tersebut dari yang terdekat dengan matahari adalah: Mercury, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus dan Pluto.
Asteroids, disebut juga segai minor planet. Jumlahnya ribuan dan mempunyai garis tengah kurang lebih 500 mil. Mereka menempati lingkaran orbit yang terletak antara Mars dan Jupiter.
Comets, merupakan benda yang besar terdiri dari kumpulan benda-benda kecil yang bergerak melalui orbit yang lain. Kadang-kadang mendekati matahari dan planet-planet yang paling luar. Semua planet-planet tersebut bergerak mengitari matahari dengan arah berlawanan dengan arah putaran jarum jam. Bila dilihat posisinya dia berada di atas kutub utara Bumi. Bumi berbentuk bola yang melonjong (hampir-hampir berupa bulatan yang sempurna dengan jari-jari 6.378 km di equator dan 6.356 km pada kutub).
Atmosfera
Bagian bumi yang padat ini diselubungi oleh lapisan-lapisan seperti air, udara, dan jasat hidup yang selalu bergerak satu terhadap lainnya dan bersenyawa dalam cara-cara yang beragam. Untuk lebih mudahnya, lapisan-lapisan tersebut dapat dibayangkan sebagai selaput yang saling menutup dan pada batas-batas tertentu bercampur dengan selaput berikutnya yang masing-masing terdiri dari bahan-bahan yang khas dan didalamnya berlangsung kegiatan-kegiatan tertentu. Atmosfera merupakan faktor yang paling penting dalam penerimaan panas dari matahari. Disini atmosfera berfungsi sebagai pelindung permukaan bumi terhadap pemancaran sinar ultra-violet dalam jumlah yang berlebihan. Adapun susunan atmosfera itu sendiri terdiri dari:
1. Bermacam-macam gas yang mengitari bumi hingga ketinggian beberapa kilometer yang melekat pada bumi sebagai akibat tarikan gaya gravitasi bumi. Bagian yang paling padat adalah dekat dengan permukaan laut dan semakin menipis keatas secara mencolok.
2. 99% dari atmosfera terletak pada daerah sampai ketinggian 29 km dari permukaan bumi. Sisanya tersebar sampai 10.000 km.
3. Hingga kurang lebih 80 km susunan kimianya dapat dikatakan uniform atau seragam bila ditinjau dari perbandingan masing-masing unsur gas.. Lapisan ini dinamakan juga dengan Homosphere, sedangkan di atasnya disebut lapisan heterosphere.
4. Komposisi dari atmosfera atau Homosphere terdiri dari: Pure dry air, terdiri dari 78,084% Nitrogen, dan 20,946% oligen. N2 sendiri tidak mudah bersenyawa dengan unsur-unsur lainnya, tetapi ada proses dimana gas ini bergabung menjadi persenyawaan Nitrogen yang kemudian sangat penting untuk proses-proses organik dalam biosfera. Sebaliknya, Oligen sangat aktif bereaksi dan segera akan bersenyawa dengan unsur-unsur lain dalam suatu proses yang disebut oksidasi.
5. Sisanya yang sebesar 0,970 %, terdiri dari 0,934% Argon dan 0,033 % CO2. Walaupun komposisi CO2 sangat kecil, tetapi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses-proses yang terjadi dalam atmosfera, karena kemampuannya sebagai penyerap panas dan proses photosynthesis.
Fungsi dari Atmosfera adalah: (1) merupakan perantara untuk memindahkan air dari lautan melalui proses penguapan ke daratan sebagai hujan dan salju. (2) merupakan salah satu penyebab utama terjadinya proses pelapukan, dan (3) pengatur penghidupan dan suhu di atas permukaan bumi. Atmosfera dapat dibagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1. Troposfera. ketebalannya kurang lebih 0 – 15 km. Troposfera disebut juga sebagai sfera udara atau sfera awan, dimana di dalamnya terdapat perubahan-perubahan suhu, angin, hujan dan salju. Tinggi troposfera di Kutub Utara adalah kira-kira 9 km sedangkan di Khatulistiwa kira-kira 15 km. Di dalam troposfera gas-gas tidak tersusun menurut berat jenis, karena daerah ini merupakan bagian yang terus bergolak akibat adanya arus angin.
2. Stratosfera. Ketebalannya kurang lebih 15 – 80 km. Stratosfera dapat dibagi lagi ke dalam beberapa lapisan yaitu: (1) Lapisan isotherm. Temperatur lapisan ini berkisar 50º C dan terletak antara 1235 km di atas permukaan laut. (2) Lapisan panas. Temperatur pada lapisan ini tidak tetap dan berfluktuasi antara 50ºC hingga + 50ºC dan terletak antara 35 50 km dari permukaan laut. (3) Lapisan Campuran. Suhu pada lapisan ini berkisar antara 70ºC hingga 80ºC.
3. Ionosfera. Ketebalannya kurang lebih 80 – 800 km, dan terbagi atas empat lapisan. Lapisan terbawah ionosfera terletak kira-kira 50 – 60 km di atas permukaan bumi dan sampai sekarang lapisan yang hanya terbentuk pada siang hari ini belum banyak diketahui orang. Di atas lapisan ini terdapat suatu lapisan yang tingginya kira-kira 100 km dari permukaan bumi. Lapisan ini lebih banyak di ionisasikan dari lapisan yang terletak di bawahnya, dan tergolong lapisan yang paling stabil dari semua lapisan-lapisan ionosfera. Lapisan berikutnya adalah suatu lapisan musim panas dan musim dingin. Lapisan tersebut bercampur dengan lapisan yang ada di atasnya. Lapisan yang terakhir terletak pada ketinggian kurang lebih 225 sampai 375 km, merupakan lapisan yang paling tidak stabil.
4. Dissipasisfera. Ketebalan lapisan ini lebih dari 800 km, beralih menjadi ruangan antar-stellair atau ruangan antara bintang tanpa batas yang nyata. Di dalam sfera ini bagian-bagian kecil dapat lolos ke dalam ruang antar-stellair. Oleh karena itu bagian-bagian dalam ruangan-ruangan ini menggambarkan lintasan-lintasan yang besar karena pengaruh gravitasi sangat kecil.
Udara dipanasi oleh matahari ditambah dengan panas yang datang dari akibat adanya radiasi dari kulit bumi dan erupsi uap serta gas panas lainnya dari dalam bumi. Selain itu, suhu udara ini banyak dipengaruhi oleh arus laut dan angin. Jumlah radiasi rata-rata yang diterima oleh bumi kira-kira 400 kalori, untuk daerah tropis jumlah radiasi yang diterima lebih banyak dari pada di daerah kutub.
Tekanan atmosfer cukup besar untuk mengangkat 760 mm air raksa dalam barometer. Tekanan udara akan menurun dengan cepat pada saat terjadi penambahan ketinggian. Di atas permukaan tanah, tekanan akan berubah-ubah karena disebabkan oleh perubahan suhu dan kadar uap air. Panas akan menyebabkan udara menjadi mengembang dan menjadi lebih ringan.
Angin adalah udara yang bergerak secara horizontal di atas permukaan tanah. Gerakan udara disebabkan karena adanya perbedaan tekanan yang dipengaruhi oleh pemanasan matahari.
Semua air yang ada di dalam dan di atas bumi digolongkan ke dalam lapisan air atau selaput air yang disebut dengan hydrosfera. Selaput air yang paling besar jumlahnya ditempati oleh samudera-samudera, sungai-sungai, danau, air bawah tanah, salju dan termasuk gletser. Jumlah yang sangat kecil, tedapat dalam atmosfera dalam bentuk uap air. Cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hydrosfera adalah:
Oceanografi, adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari air dalam samudera-samudera. Glaciologi, adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari es-es, sungai es dsb. Hidrologi, adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari adanya air yang mengalir di atas permukaan bumi. Hydrogeologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari air yang terdapat di dalam bumi atau yang disebut dengan underground water yang meliputi air bawah tanah, artois dan sebagainya. Belakangan ini pengetahuan yang mengenai laut yang berhubungan dengan geologi telah tumbuh menjadi cabang ilmu pengetahuan yang tersendiri yang disebut dengan geologi marin. Cabang geologi ini mempelajari faktor-faktor geologi dari samudera, seperti relief-relief dalam laut, pertumbuhan koral dan vulkanisma dalam laut.
Di dalam lautan sebagian besar terdapat larutan-larutan NaCl dan chlorida, K2SO4, garam-garam, Mg, CaCO3 dan sisa-sisa dari unsur J dan Br. Berat jenis air samudera kurang lebih 1,027. Beberapa ahli seperti Clarke telah mengadakan penyelidikan dan menyebutkan bahwa kadar CaCO3 dalam laut sangat sedikit yaitu sekitar 0,34% dari seluruh unsur-unsur yang terdapat dalam air laut.
Nama lain yang diberikan untuk istilah ini adalah siklus hidrologi. Feth (1973) dalam Fetter (1994) menerangkan bahwa cadangan air di bumi yang tersedia dalam bentuk air asin (saline water) di lautan berjumlah 97,2 % dan di daratan (air tawar) hanya 2,8 %. Dari jumlah air tawar yang ada, tersedia dalam bentuk salju es di kutub bumi berjumlah 2,14%. Air bawah tanah hingga ke dalaman 4.000 meter berkisar antara 0,61%, kelengasan tanah pada zona tidak jenuh (unsaturated zone) berkisar 0,005%, danau air tawar 0,009%, air sungai 0,0001%, danau air asin 0,008% dan 0,001 berupa uap air di atmosfera, lebih dari 75% air di daratan terpendam dalam bentuk glasial es atau air garam. Dari klasifikasi tersebut, lebih jauh Feth memperkirakan volume air di bumi berkisar 1,3 – 1,4 milyar km3 yang tersebar di berbagai tempat di bumi seperti yang diperkirakan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah dan sebaran air di Bumi Menurut Ferth (1973)
Lokasi Air di Bumi % Volume x 1000 km3
Samudera 97,2 13.608.000
Daratan 2,8 39.200
Jumlah 100 13.647.200
Sebaran Air yang Ada Di Daratan
• Es dan Gletser di kutub dan Daerah Salju 2,14 838,88
• Airtanah 0,61 239,12
• Air di Zona Tidak Jenuh 0,005 1,96
• Danau Air Asin 0,008 3,136
• Sungai 0,0001 0,0392
• Danau Air Tawar 0,009 3,528
• Atmosfera 0,001 0,392
Seluruh air yang ada di muka bumi ini bergerak dalam suatu siklus yang disebut dengan siklus hidrologi. Pada awalnya Marcu Vitrunius Pollio telah mengamati dan menjelaskan konsep daur hidrologi ini, walaupun konsep ini baru dipahami dengan baik sebagai hasil pengamatan amatiran dari Palissy, Perranty dan Halley pada abad pertengahan di Eropa. Air bergerak dalam sistem bumi dalam daur tanpa akhir yang membentuk kerangka ilmu hidrologi. Dalam pergerakannya, air berperan dalam banyak proses Fisika, Kimia dan Biologi di alam yang menyatakan lingkup dari hidrologi. Para ahli hidrologi mutahir memperlakukan daur hidrologi ini sebagai sistem hidrologi lengkap yang bersifat tertutup.
Weister dan Brater (1949) dalam Domenico & Schwartz (1972) memberikan batasan bahwa hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang proses yang mengatur pengurangan dan pengisian kembali sumber-sumber air di Bumi. Keberadaan air di Bumi merupakan suatu proses alam yang berlanjut dan berputar, sehingga merupakan suatu siklus atau daur ulang. Prinsip dasar siklus hidrologi adalah berupa proses sirkulasi yang melibatkan presipitasi, evaporasi, transpirasi, evapotranspirasi, dan limpasan di permukaan (Surface run of).
Proses siklus hidrologi ini bermula dari panas dari matahari yang menguapkan air di permukaan bumi. Uap air akan memasuki atmosfera dan bergerak mengikuti gerak udara. Beberapa bagian akan mengumpul dan jatuh sebagai hujan dan salju kemudian mengalir kembali ke laut, sebagian daripadanya akan tertinggal di darat. Begitupula hujan yang jatuh ke permukaan akan mengalir ke laut. Siklus ini diperlihatkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Siklus Hidrologi
SUSUNAN DAN BENTUK KERAK BUMI
Daerah dimana ahli-ahli geologi mengadakan penyelidikannya disebut litosfera atau kulit bumi. Pengetahuan kita tentang kerak bumi sangat terbatas dan hanya meliputi daerah-daerah yang tidak melebihi dalamnya pengeboran, terowongan-terowongan, sungai-sungai dan lautan. Pengetahuan kita mengenai hal tersebut semata-mata berdasarkan hipotesis.
Salah seorang ahli fikir yang pertama-tama telah mengemukakan pendapatnya tentang bentuk bumi adalah Plato. Ahli filsafat ini berpendapat bahwa bumi itu terdiri dari sebuah massa cair yang berpijar dan dikelilingi pleh lapisan batuan atau kerak bumi. Massa yang cair pijar itu berasal dari inti bumi, dan kadang-kadang keluar mencapai permukaan bumi melalui channel gunung api berbentuk lava. Teori kemudian disempurnakan berdasarkan hipotesis Kant-Laplace yang mengatakan bahwa bumi ini selama bermilyar yahun yang lalu, dilepaskan dari matahari dalam bentuk bola gas yang berpijar. Lambat laun mendingin dan membentuk kerak batuan. Bagian dalam bumi masih merupakan zat-zat cair pijar. Selang beberapa kurun waktu teori Plato dan Kant-Laplace pada umumnya diterima oleh dunia sebagai ilmu pengetahuan.
Setelah beberapa abad lamanya ilmu pengetahuan semakin berkembang dan moderen. Pandangan orang tentang susunan bumipun semakin sempurna. Terutama setelah orang mengenal seimologi (ilmu gempabumi) dan dengan bantuan alat-alat seismograf (alat pencatat gempa bumi). Melalui studi tentang sifat-sifat perambatan dari gelombang-gelombang seismik atau seismologi, telah memberikan kepada kita suatu keterangan mengenai susunan dan struktur dalam dari bumi, mulai dari inti hingga kepermukaan bumi. Dapat dipahami bahwa zat-zat yang dilalui oleh getaran-getaran ini mempengaruhi jalan perambatan gelombang-gelombang gempa bumi, sehingga kita dapat menarik kesimpulan mengenai zat-zat dalam bumi dengan mempelajari jenis-jenis gelombang gempa bumi yang dicatat oleh seismograf. Catatan-catan ini disebut seismogram, yang dapat kita misalkan dengan foto röntgen. Sedangkan gelombang-gelombang gempa bumi dapa dimisalkan sebagai cahaya röntgen yang menembus tubuh manusia.
Dari penyelidikan tersebut terbukti bahwa di dalam perut bumi, ditemukan lapisan-lapisan yang dibatasi oleh bidang-bidang yang diskontinu. Dengan adanya bidang-bidang tersebut, maka keadaan bumi dapat dijelaskan sebagai berikut: Bagian yang paling luar dari bumi (0-40 km) dinamakan dengan kerak bumi (earth crust), sedangkan dari kerak bumi hingga ketebalan 1.200 km dinamakan dengan kulit bumi. Bidang diskontinu yang pertama ditemukan pada jarak ± 60 km dari permukaan bumi, bidang ini dinamakan bidang diskontinu dari Mohorovicic. Bidang-bidang diskontinu ini juga ditemukan pada jarak 1.200 km hingga 2.900 km dari permukaan bumi, dan bidang ini dinamakan selubung bumi atau yang disebut dengan mantel. Dari jarak 2.900 km terdapat bola yang berjari-jari ± 3.500 km sampai ke pusat bumi, dan kemudian bola ini dinamakan inti bumi. Belum dapat dipastikan keadaan inti bumi tersebut, apakah berbentuk gas atau padat. Yang jelas inti bumi tidak cair seperti yang digambarkan oleh Plato. Daerah di bawah 60 km disebut substratum (lapisan bawah). Substratum ini berada dalam keadaan laten (padatliat), artinya adalah massa bumi pada bagian ini bersifat padat dan dapat berubah padat liat jika terjadi perubahan tekanan. Dari hasil penyelidikan seismologi diketahui pula bahwa, berat jenis kerak bumi diperkirakan 2,7 sampai 3,3. Sedangkan berat jenis seluruh bumi diperkirakan 5,52 dan berat jenis inti bumi adalah 10.
Beberapa ahli lain juga telah melakukan identifikasi terhadap bumi, diantaranya adalah Suess dan Wiechert. Kedua ahli ini menjelaskan bahwa bumi tersusun atas:
• Kerak Bumi dengan tebal 30 sampai 70 km, terdiri dari batuan-batuan basa dan batuan-batuan masam. Berat jenis lapisan inidiperkirakan 2,7.
• Selubung Bumi atau sisik silikat dengan tebal kira-kira 1.200 km. Berat jenis lapisan ini diperkirakan 3,4 sampai 4. Kerak bumi dan selubung bumi ini kedua-duanya merupakan litosfera.
• Lapisan Antara atau chalkosfera merupakan sisik oksida dan sulfida dengan tebal 1.700 km dan berat jenisnya 6,4.
• Inti Besi – Nekel atau barysfera mempunyai jari-jari 3.500 km dengan berat jenis 9,6.
Penyelidikan-penyelidikan lanjut tentang bumi juga dilakukan oleh Adams, Williamson, Washington, dan Gutenberg. Mereka berpendapat bahwa pada hakekatnya tidak terdapat batas-batas yang nyata antara kerak bumi dan lapisan-lapisan yang terletak di bawahnya. Teori yang paling moderen dikembangkan oleh Khun dan Rittman. Mereka berpendapat bahwa bumi berasal dari matahari, karena apa yang terdapat pada inti bumi juga terdapat pada matahari. Dari uraian di atas, terlihat bahwa belum ada kesepakatan yang jelas tentang susunan bumi. Bagi kita, apapun pendapat para ahli, yang jelas adalah bahwa bumi itu terdiri dari inti bumi yang dikelilingi oleh bidang-bidang yang diskontinu.
PEMBAGIAN KERAK BUMI
Seorang ahli filsafat Arthur Holmes (1929) dan kemudian pendapatnya dituangkan oleh Harry Hess (1960) dalam bentuk hipotesa yang meyakinkan, telah melandasi suatu revolusi di dalam cara-cara pemikiran geologi dan geofisika, dan yang kemudian merupakan dasar dari suatu teori baru mengenai hubungan antara benua dan samudera.
Ahli tersebut melakukan pembagian dari kerak bumi sebagai berikut:
• Bagian atas dengan ketebalan 15 km dengan berat jenis 2,7 bersifat magma granit.
• Bagian tengah dengan ketebalan 25 km dengan berat jenis 3,5 bersifat magma basal.
• Bagian bawah denga ketebalan 20 km dengan berat jenis 3,5 bersifat magma peredotit dan magma eklogit.
Bagian atas dan bagian tengah disebut sial, karena sebagian besar terdiri dari zat-zat silisium dan Alumunium. Bawah disebut Sima karena sebgagian besar terdiri dari zat silisium dan magnesium. Kedudukan batuan-batuan sedimen dan kerak bumi terlihat seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Penampang Kerak Bumi
Temperatur Bumi
Ketentuan tentang temperatur bumi didapatkan dari hasil pemboran yang dilakukan pada saat penambangan, terowongan, serta pengeboran. Temperatur bumi berganti setiap hari dan setiap musim. Pada jarak 20 m kedalaman bumi tidak terdapat lagi perbedaan antara temperatur rata-rata pada siang dan malam hari. Semakin jauh ke dalam permukaan bumi, temperaturnya akan naik. Kenaikan temperatur yang demikian disebut faktor geothermal. Di Eropa kenaikan temperatur ini berkisar 3º C per 100 m sedangkan di Amerika kenaikannya kira-kira 2,5º C per 100 m. Perbedaan temperatur ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: sumber vulkanisma atau gas yang menyebabkan faktor geotherm dari suatu daerah yang tinggi dan tempat-tempat yang dingin seperti lautan, danau dan sebagainya menyebabkan angka ini turun. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli menyebutkan temperatur inti bumi berkisar 10.000ºC. Lava yang dianggap berasal beberapa kilometer di dalam bumi mempunyai temperatur kira-kira 1.100º C. Ditaksir bahwa pada jarak 100 km temperatur dalam bumi itu adalah kira-kira 2000ºC.
{ 0 komentar ... read them below or add one }
Posting Komentar