Identifikasi menurunan permukaan tanah dengan mengunakan metode Geolistrik konfigurasi Wenner
Jika kita bebicara tentang penurunan permukaan tanah maka akan erat kaitannya dengan proses geologi yang dinamakan deformasi batuan. Deformasi adalah proses perubahan pada tubuh batuan akibat gaya yang bekerja padanya. Perubahan yang terjadi berupa perubahan posisi, bentuk, dan volume. Batuan sedimen dianggap terkena deformasi apabila berada dalam kedudukan yang tidak horizontal (miring/tegak). Kedudukan batuan yang miring dinyatakan dalam notasi strike dan dip.
Deformasi disebabkan oleh gaya atau tekanan yang bekerja pada materi tersebut. Adapun faktor-faktor yang mengontrol terjadinya deformasi suatu materi adalah :
1. Temperatur dan tekanan ke semua arah; pada temperatur dan tekanan yang rendah akan lebih cepat terjadi patahan, pada temperatur dan tekanan yang tinggi akan terjadi lenturan atau bahkan lelehan.
2. Kecepatan gerakan yang disebabkan oleh gaya yang diberikan; gerakan yang cepat dapat menyebabkan patahan, sedangkan gerakan yang lambat dapat menimbulkan lenturan, tergantung dari bahan yang bersangkutan dan dari keadaan-keadaan lain.
3. Sifat material, yang bisa lebih rapuh atau lebih lentur.
Tekanan (Stess) merupakan gaya yang diberikan atau dikenakan pada suatu medan atau area. Tekanan terbagi menjadi tekanan seragam (uniform stress) yaitu gaya yang bekerja pada suatu materi sama atau seragam di semua arah, dan tekanan diferensial atau tekanan dengan gaya yang bekerja tidak sama di setiap arah. Tekanan diferensial terbagi menjadi tensional stress, compressional stress, dan shear stress.
3 (tiga) jenis stress:
- Compression: dihasilkan akibat gaya eksternal yang saling berhadapan dan keduanya saling menekan batuan. Batuan akan mengalami pemendekan (shortening).
- Tension: dihasilkan akibat gaya eksternal yang saling berhadapan dan keduanya saling menjauhi batuan. Batuan akan mengalami pemanjangan.
- Shear: dihasilkan akibat gaya eksternal yang bekerja saling sejajar namun berlawanan arah. Batuan akan mengalami pergeseran antar perlapisan.
Gambar 12. Macam-macam jenis stress
Salah satu dari produk deformasi adalah Sesar (Patahan/ Fault) adalah retakan pada batuan yang melaluinya telah terjadi sejumlah gerakan. Sesar dibagi menjadi tiga macam :
1. Sesar normal
Hanging wall relatif turun terhadap foot wall, bidang sesarnya mempunyai kemiringan yang besar. Sesar ini biasanya disebut juga sesar turun
2. Sesar mendatar
Pergerakan dari sesar ini horizontal. Sesar mendatar ditentukan dengan menghadap bidang sesar, bila bidang didepan bergerak kekiri seperti diagram disebut mendatar sinistal, dan sebaliknya sesar mendatar dekstral.
3. Sesar oblique
Pergerakan dari sesar ini gabungan antara horizontal dan vertikal. Gaya-gaya yang bekerja menyebabkan sesar mendatar dan sesar normal.
4. Sesar translasi
Sesar ini mengalami pergeseran sepanjang garis lurus. Biasanya Hanging wall relatif naik terhadap foot wall, dengan kemiringan bidang sesar besar. Sesar ini biasanya disebut juga sesar naik. Umumnya sesar normal dan sesar naik pergerakannya hanya vertikal, jadi sering disebut sebagai sesar dip-slip.
5. Sesar gunting
Pergerakan dari sesar ini juga sama dengan sesar oblique yaitu horizontal dan vertikal. Sesar yang pergeserannya berhenti pada titik tertentu sepanjang jurus sesar. Gaya yang bekerja sama dengan sesar normal.
Gambar 13. Macam-macam sesar
Pada pembahasan kali ini akan dijelaskan identifikasi patahan di daerah Porong dengan menggunakan Geolistrik konfigurasi Wenner, dimana patahan tersebutlah yang menyebabkan penurunan permukaan tanah. Pada identifikasi kali ini digunakan data-data survei Geolistrik dari Geofisika ITS, penulis hanya menambahi keterangan tenatang deformasi batuan dan penjelasan mengenai metode Geolistrik saja, sementara selebihnya berupa data-data dan gambar dari dasil pengukuran dan interpreatsi Geofisika ITS.
Geolistrik adalah salah satu metode dalam geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana mendeteksinya. Pendeteksian meliputi pengukuran medan potensial, arus, dan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah maupun akibat penginjeksian arus ke dalam bumi.
Menurut Hendrajaya dan Idam (1990), metode geolistrik resistivitas merupakan metode geolistrik yang mempelajari sifat resistivitas (tahanan jenis) listrik dari lapisan batuan di dalam bumi. Pada metode ini arus listrik diinjeksikan ke dalam bumi melalui dua buah elektroda arus dan dilakukan pengukuran beda potensial melalui dua buah elektroda potensial. Dari hasil pengukuran arus dan beda potensial listrik akan dapat dihitung variasi harga resistivitas pada lapisan permukaan bumi di bawah titik ukur (Sounding point). Pada metode geolistrik dikenal banyak konfigurasi elektroda, diantaranya yang sering digunakan adalah : konfigurasi Wenner, konfigurasi Schlumberger, konfigurasi Dipol-dipol dan lain-lain.
Metode geolistrik resistivitas didasarkan pada anggapan bahwa bumi mempunyai sifat homogen isotropis. Pada kenyataannya bumi terdiri dari lapisan-lapisan bebatuan dengan nilai resistivitas yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur dipengaruhi oleh lapisan-lapisan tersebut dan menyebabkan nilai tahanan jenis yang terukur tergantung pada jarak elektroda. Nilai tahanan jenis yang terukur bukanlah tahanan jenis yang sebenarnya melainkan tahanan jenis semu (ρa).
Nilai tahanan jenis dari bahan atau material berbanding terbalik dengan daya hantar listrik (conductivity).
dimana ;
R = tahanan (resistance) dalam ohm
△V = beda potensial listrik dalam volt
I = arus listrik yang mengalir dalam ampere.
Konfigurasi Wenner
Metode ini diperkenalkan oleh Wenner (1915). Konfigurasi Wenner merupakan salah satu konfigurasi yang sering digunakan dalam eksplorasi geolistrik dengan susunan jarak spasi sama panjang (r1 = r4 = a dan r2 = r3 = 2a). Jarak antara elektroda arus (C1 dan C2) adalah tiga kali jarak elektroda potensial, jarak potensial dengan titik souding-nya adalah a / 2, maka jarak masing-masing elektroda arus dengan titik sounding-nya adalah 3a / 2 .
Gambar 14. Susunan Elektroda Konfigurasi Wenner
Target kedalaman yang mampu dicapai pada metode ini adalah a / 2. Pada konfigurasi Wenner jarak antara elektroda arus dan elektroda potensial adalah sama (AM = NB = a dan jarak AN = MB = 2a) seperti yang terlihat pada Gambar 13.
Suyarto, dkk. (2003), menjelaskan bahwa pengukuran resistivitas secara umum dilakukan dengan menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi dengan menggunakan dua elektroda arus (C1 dan C2), dan pengukuran beda potensial dengan menggunakan dua elektroda tegangan (P1 dan P2). Dari data harga arus (I) dan beda potensial (V), dapat dihitung nilai resistivitas semu (ρa) seperti pada persamaan 2.2.
k adalah faktor geometri yang bergantung pada penempatan elektroda di permukaan yang besarnya :
dengan AM = MN = NB = a
Sehingga faktor geometri untuk konfigurasi Wenner adalah:
dengan R adalah besar nilai hambatan yang terukur.
Penelitian ini diakukan di Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pada penelitian ini menggunkan 3 lintasan dan berikut ini adalah kordinat masing-masing lintasan tersebut:
LINTASAN 1 112°43’03,2” BT dan 07°31’53,6” LS, Arah E 98° S
LINTASAN 2 112°43’10,2” BT dan 07°31’53,5” LS, Arah N 5° E
LINTASAN 3 112°43’39,3” BT dan 07°31’52,2” LS, Arah E 90° S
Gambar 15. Peta Lokasi Lintasan Penelitian
Desain setiap lintasan pada survei Geolistrik
Gambar 16. Desain Susunan Elektroda
Alat-alat yang digunakan dalam peelitian ini adalah:
A. 1 buah Resistivitymeter Campus Tigre
B. 2 elektroda arus dan 2 elektroda potensial
C. 4 buah palu geologi
D. 2 rol meteran
E. 1 buah kompas
F. 1 buah GPS
G. 1 buah kamera digital
H. 5 buah HT
Gambar 17. Alat-alat untuk survey Geolistrik
Data-data yang sudah terkumpul kemudian diolah dengan menggunakan software Res2dinv, yaitu software yang khusus digunakan untuk mengolah data hasil survei Geolistrik, software tersebut akan menggambarkan lapisan batuan melalui perbedaan warna dari perbedaan resistivitas setiap batuan.
Gambar 18. Tampilan Program Res2dinv
Gambar 19. Data yang diolah dengan Res2dinv
Berikut ini adalah hasil olahan data geolistrik dengan software Res2dinv dalam bentuk 2 dimensi
Gambar 20. Penampang 2-D Setiap Lintasan
Dari gambar tersebut dapat diketahui patahan-patahan terjadi pada lintasan 1 dan 2.
Posisi Patahan lintasan 1
Titik 43 m = 112°43’04,7” BT dan 07°31’53,8” LS
Titik 57 m = 112°43’04,8” BT dan 07°31’53,9” LS
Titik 77 m = 112°43’05,7” BT dan 07°31’54” LS
Titik 98 m =112°43’06,7” BT dan 07°31’54” LS
Titik 110 m =112°43’06,8” BT dan 07°31’54,1” LS
Titik 125 m =112°43’04,2” BT dan 07°31’54,2” LS
Titik 136 m =112°43’07,6” BT dan 07°31’54,2” LS
Arahnya N 50° E
Posisi Patahan Lintasan 2
Titik 50 m = 112°43’04,7” BT dan 07°31’53,8” LS
Titik 100 m = 112°43’05,7” BT dan 07°31’54” LS
Arahnya N 50° E
Gambar 21. Analisa patahan pada lintasan 1 dan 2
KESIMPULAN
1. Bidang patahan/retakan untuk lintasan 1 berada pada titik 43 m; 57 m; 77 m, 98 m; 110 m; 125 m; 136 m.
2. Bidang patahan/retakan untuk lintasan 2 berada pada titik 50 m; 100 m.
3. Adanya amblesan akibat perubahan porositas di bawah permukaan karena keluarnya massa batuan di sekitar sumur eksplorasi BJP-1 telah menyebabkan patahan dangkal/retakan di desa Renokenongo dan semakin mendekati tanggul maka patahan/retakan semakin banyak.
SARAN
1. Perlu dilakukan penelitian dengan metode geofisika lainnya sehingga dapat dilakukan perbandingan untuk memperoleh hasil yang lebih akurat.
2. Perlu dilakukan penelitian yang berkelanjutan yaitu dengan penambahan titik ukur yang berasosiasi dengan penambahan target kedalaman sehingga dapat diperoleh gambaran bawah permukaan lebih luas.
3. Pengukuran patahan di daerah sekitar lumpur panas Sidoarjo sebaiknya dilakukan secara periodik. Hal ini dilakukan guna mengetahui pola dan tingkat penyebaran patahan di daerah tersebut.
Diakhir pembahasan ini penulis akan menukil sedikit perkataan Ibnu Qoyyim,
“Andaikata kita bisa menggali hikmah Allah yang terkandung dalam ciptaan dan urusanNya, maka tidak kurang dari ribuan hikmah. Namun akal kita sangat terbatas, pengetahuan kita terlalu sedikit dan ilmu semua makhluk akan sia-sia jika dibandingkan dengan ilmu Allah, sebagaimana sinar lampu yang sia-sia dibawah sinar matahari. Dan ini pun hanya kira-kira, yang sebenarnya tentu lebih dari sekedar gambaran ini.”
Daftar Pustaka:
1. Telford, W. M., Geldart, L. P., Sherif, R.E dan Keys, D. D. 1988. Applied Geophysics First Edition. Cambridge University Press. Cambridge.New York
2. Akbar. Ali Azhar. 2007. Konspirasi di Balik Lumpur Lapindo, Dari Aktor Hingga Strategi Kotor. Galangpress. Yogyakarta.
3. Davies, R.J., Swarbrick, R.E., Evans, R.J., and Huuse, M., 2007. Birth of a Mud Volcano: East Java, 29 Mey 2006. GSA: vol. 17 no. 2, doi: 10.1130/GSATO1702A.1.
4. Novenanto, Anton. 2012. The Lapindo Case by Mainsteam Media. Universitas Brawijaya. Malang
5. Setiawati, Elis. 2009. Kasus Lumpur Lapindo dalam Berita Media Online (Analisis Berita Kasus Lumpur Lapindo di Detik.com). Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
6. Satrio, dkk. 2012. Studi Asal-Usul lapindo Periode 2007-2012 Menggunakan Isotop Alam. Batan. Yogyakarta.
7. Anonim, Analisis Patahan disekita Tanggul Lumpur Lapindo dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner. ITS. Surabaya.
9. Anonim. 2014. Geophysics Field Camp 20014 Handbook. Geofisika UGM. Yogyakarta.
8. Kompas Daily (2006) Lumpur Merusak Areal Sawah. Kompas Daily [accessed May 24, 2009] http://www2.kompas.com/kompas -cetak/0606/01/jatim/53407.htm.
10. http://rovicky.wordpress.com/2006/08/2 5/seputar lumpur sidoarjo, dampak eksplorasi dan lainnya, (2012).
11. http://www.crisp.nus.edu.sg/coverages/ mudflow/index_IK_p42.html foto udara daerah Porong, 2012.
4. Novenanto, Anton. 2012. The Lapindo Case by Mainsteam Media. Universitas Brawijaya. Malang
5. Setiawati, Elis. 2009. Kasus Lumpur Lapindo dalam Berita Media Online (Analisis Berita Kasus Lumpur Lapindo di Detik.com). Fakultas Dakwah, UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
6. Satrio, dkk. 2012. Studi Asal-Usul lapindo Periode 2007-2012 Menggunakan Isotop Alam. Batan. Yogyakarta.
7. Anonim, Analisis Patahan disekita Tanggul Lumpur Lapindo dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Wenner. ITS. Surabaya.
9. Anonim. 2014. Geophysics Field Camp 20014 Handbook. Geofisika UGM. Yogyakarta.
8. Kompas Daily (2006) Lumpur Merusak Areal Sawah. Kompas Daily [accessed May 24, 2009] http://www2.kompas.com/kompas -cetak/0606/01/jatim/53407.htm.
10. http://rovicky.wordpress.com/2006/08/2 5/seputar lumpur sidoarjo, dampak eksplorasi dan lainnya, (2012).
11. http://www.crisp.nus.edu.sg/coverages/ mudflow/index_IK_p42.html foto udara daerah Porong, 2012.
12. http://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_lumpur_panas_Sidoarjo
13. http://noenkcahyana.blogspot.com/2010/10/di-bawah-sidoarjo-terdapat-gunung.html
14. http://geologi278.blogspot.com/2013/08/fenomena-semburan-lumpur-panas-di.html
Artikel Terkait : Kupas Tuntas Lapindo Brantas (1) Kupas Tuntas Lapindo Brantas (2)
Artikel Terkait : Kupas Tuntas Lapindo Brantas (1) Kupas Tuntas Lapindo Brantas (2)
4.
{ 0 komentar ... read them below or add one }
Posting Komentar