Pengertian, Sumber, dan Mitigasi pada Tsunami

Diposting oleh Selamat datang di blog on Rabu, 06 Agustus 2014

Pengertian Tsunami
Ketika gerakan massa, seperti gempa bumi atau longsor, tiba-tiba memindahkan sejumlah besar air dari keadaan seimbang gelombang bencana yang disebut tsunami terjadi.
Tsunami secara harfiah diterjemahkan dari bahasa Jepang ke "gelombang pelabuhan" tetapi sering menyebut gelombang pasang karena kecil, jauh-sumber tsunami menyerupai gelombang pasang.

Sumber Tsunami
Ø  Gempa (misalnya Sumatera, 2004:> 200.000 orang tewas, Papa Nugini, 1998: ~ 3.000 orang tewas)
Ø  Letusan gunung berapi (misalnya Krakatau 1883: tsunami menewaskan 30.000 orang, Santorini, 2002).
Ø  Pergerakan massa (misalnya Alaska 1958: gelombang hingga 518 m yang terbentuk di Teluk Lituya).
Ø  Dampak Extraterrestrial - dampak besar memiliki potensi untuk menciptakan tsunami sangat besar.

Sumber Gempa Tsunami
Gempa adalah awal sehingga terjadi Tsunami dimana adanya perpindahan energi gempa ke fluida (cairan bergerak), di dalam fluida, energi ini diubah menjadi gerakan fluida berupa gelombang. Gelombang yang terbentuk ini tergantung dari besarnya energi gempa, sehingga dengan penurunan beberapa pendekatan numeris bisa diketahui energi Tsunami yang terjadi.
Pendekatan yang sering digunakan adalah dengan skala Imamura (m), dimana dengan mengetahui besar m (imamura scale) maka kita bisa mengetahui tinggi gelombang yang terjadi serta luasan daya hancur yang diakibatkannya. Adalah Fluida apabila kita menganggap fluida itu ideal maka dia akan bersifat inviscid, tidak berotasi dan tidak mampu mampat. Untuk itu, berlakulah apa yang disebut aliran potensial sehingga dapat didefinisikan sebagai kecepatan potensial. Asumsi umum menyebutkan bahwa gempa yang kurang dari 6 skala ritcher tidak akan menimbulkan kerusakan berarti akibat Tsunami. Perlu juga diketahui bahwa epicenter terhadap pantai juga menentukan terhadap tinggi gelombang Tsunami. Besarnya energi Tsunami diperkirakan 10% dari energi gempa. Analisa numeric mengacu pada contoh sebagai berikut; bila diketahui M = 7.0 m (magnitude) maka m (imamura) = 1.83 dan T (period) = 13.8 menit; maka dari tabel imamura diperkirakan tinggi gelombang yang terjadi adalah 3 meter di pusat gempa dan akan menjalar menuju perairan yang lebih dangkal.
Asumsi awal ini tentunya belumlah valid karena perlu diperhitunkan lagi dengan energy terjadinya gempa yang dikonversikan dengan energi Tsunami yang terbentuk serta menjalar untuk mencapai pantai. Tidak mudah memang, akan tetapi ini perlu kita perjelas bahwa dari berbagai macam kejadian, tanda-tanda fenomena alam yang berubah secara tiba-tiba patut kita waspadai, dimana tanda utama akan terjadinya Tsunami adalah gempa yang besar serta air tiba-tiba surut secara tidak normal.
Gelombang Tsunami secara significant menyebabkan beberapa pulau besar atau kecil akan mengalami kerusakan parah, akibat besarnya gempa dan gelombang Tsunami yang terjadi. Perbandingannya dapat digambarkan bahwa, Tsunami yang terjadi tidaklah seperti gelombang yang dibangkitkan oleh angin (wind generated waves), yang sering dan setiap waktu  penghantam wilayah pesisir secara periodik, dimana gelombang ini mempunyai tinggi, panjang dan perioda bervariasi setiap waktunya. Angin yang membangkitkan gelombang dari daerah lepas pantai (swell), akan menuju pantai dan apabila diikuti oleh badai (storm) maka gelombang akan membesar dan menggulung mengikuti model topografi dasar laut serta kecepatan angin yang menghembuskanya, biasanya kecepatan gelombang bervariasi antara 10 detik sampai dengan gelombang panjang 150 menit. Seperti juga proses terjadinya Tsunami mempunyai panjang gelombang tetapi panjangnya akan mencapai sekitar 100 km dan memiliki kecepatan gelombang antara 200 m/det sampai dengan 700 km/jam, seperti pernah terjadi di Samudera Pacifik pada kedalaman 4000 m (Wikipedia Encylopedia, 2004). 


Gempa bumi yang tiba-tiba mengangkat atau menurunkan dasar laut sehingga menghasilkan tsunami. Tsunami disebabkan oleh peristiwa yang drastis dan tiba-tiba dengan disertai pergeseran volume air yang besar.Beberapa gempa bumi telah menghasilkan tsunami yang sangat besar untuk "ukuran" mereka. Peristiwa ini disebut gempa bumi tsunami.
Analisis seismogram dari peristiwa ini menunjukkan bahwa mereka adalah hasil dari frekuensi rendah energi seismik. Gempa dengan komponen vertical lebih memungkinkan terjadinya Tsunami dari pada yang berasal dari komponen horizontal, Peristiwa yang pelan dengan durasi yang panjang juga berpotensi tsunami yang besar.




 












Gempa ini menyajikan masalah bagi sistem peringatan tsunami, salah satu cara untuk mengidentifikasi peristiwa ini adalah untuk membandingkan Ms ke Mw
Periode 20 detik Ms ~
Mw periode 100-200 detik ~
Karena sinyal yang diperkaya dalam waktu yang lama sangat besar dari perkiraan Ms.

Identifikasi gelombang laut
Gelombang laut adalah deformasi dari permukaan laut.
Panjang gelombang     : jarak antara puncak-puncak (ƛ)
Ketinggian ombak       :jarak vertikal antara puncak dan palung (h)
Periode                                    : waktu antara 2 dua puncak untuk dilewati (T)
Ø  Deformasi menjalar dengan kecepatan gelombang, sementara rata-rata air tetap di posisi yang sama (air tidak menumpuk di pantai).
Ø  Air bergerak dalam arah perambatan di puncak sambil bergerak dalam arah yang berlawanan yang dilalui.
Ø  Air gelombang perairan bergerak dalam orbit melingkar pada lingkaran yang berdiameter menurun ke bawah. Gerak menjadi diabaikan pada kedalaman setengah panjang gelombang.
Ø  Energi bergerak dalam arah perambatan.
Ø  Kebanyakan gelombang laut yang diproduksi oleh angin membawa energi dari angin lepas pantai ke arah pantai.
Ø  Tingkat di mana gelombang kehilangan energi berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Gelombang yang panjang dapat melakukan perjalanan lebih lanjut.

Lokasi Tsunami
Zona subduksi menghasilkan paling besar tsunami. Samudra Pasifik, terdapat banyak zona subduksi, sehingga menghasilkan Tsunami yang paling besar
a)      Pacific ~ 80%
b)      Atlantic ~ 10%
c)      Di tempat lain ~ 10%
Tsunami yang paling dahsyat di dekat gempa. Tsunami lebih besar dan menyerang wilayah itu segera setelah gempa dan juga melakukan perjalanan di seluruh lautan dan menyebabkan kerusakan dan kematian ribuan kilometer dari gempa.

Sistem Peringatan Dini Tsunami

Banyak kota-kota di sekitar Pasifik, terutama di Jepang dan juga Hawaii, mempunyai sistem peringatan tsunami dan prosedur evakuasi untuk menangani kejadian tsunami. Bencana tsunami dapat diprediksi oleh berbagai institusi seismologi di berbagai penjuru dunia dan proses terjadinya tsunami dapat dimonitor melalui perangkat yang ada di dasar atau permukaan laut yang terhubung dengan satelit.
Perekam tekanan di dasar laut bersama-sama denganperangkat yang mengapung di laut buoy, dapat digunakan untuk mendeteksi gelombang yang tidak dapat dilihat oleh pengamat manusia pada laut dalam. Sistem sederhana yang pertama kali digunakan untuk memberikan peringatan awal akan terjadinya tsunami pernah dicoba di Hawaii pada tahun 1920-an. Kemudian, sistem yang lebih canggih dikembangkan lagi setelah terjadinya tsunami besar pada tanggal 1 April 1946 dan 23 Mei 1960. Amerika serikat membuat Pasific Tsunami Warning Center pada tahun 1949, dan menghubungkannya ke jaringan data dan peringatan internasional pada tahun 1965.
Salah satu sistem untuk menyediakan peringatan dini tsunami, CREST Project, dipasang di pantai Barat Amerika Serikat, Alaska, dan Hawai oleh USGS, NOAA, dan Pacific Northwest Seismograph Network, serta oleh tiga jaringan seismik universitas.
Hingga kini, ilmu tentang tsunami sudah cukup berkembang, meskipun proses terjadinya masih banyak yang belum diketahui dengan pasti. Episenter dari sebuah gempa bawah laut dan kemungkinan kejadian tsunami dapat cepat dihitung. Pemodelan tsunami yang baik telah berhasil memperkirakan seberapa besar tinggi gelombang tsunami di daerah sumber, kecepatan penjalarannya dan waktu sampai di pantai, berapa ketinggian tsunami di pantai dan seberapa jauh rendaman yang mungkin terjadi di daratan. Walaupun begitu, karena faktor alamiah, seperti kompleksitas topografi dan batimetri sekitar pantai dan adanya corak ragam tutupan lahan (baik tumbuhan, bangunan, dll), perkiraan waktu kedatangan tsunami, ketinggian dan jarak rendaman tsunami masih belum bisa dimodelkan secara akurat.
Cara yang efektif adalah dengan melatih penduduk dalam menghadapi Tsunami dan menghindarkan pembangunan konstruksi di daerah yang sering diserang Tsunami.
Cara-cara yang dianjurkan untuk menghadapi Tsunami adalah :
1. relokasi daerah pemukiman
2. membuat jalan atau llintasan untuk melarikan diri dari Tsunami
3. melakukan latihan pengungsian
4. menanami daerah pantai dengan tanaman (bakau/mangrove) yang secara efektif
dapat menyerap energi gelombang
5. membiarkan lapangan terbuka untuk menyerap energi Tsunami
6. membuat dike ataupun breakwater di daerah yang memungkinkan
7. membuat suatu sistem peringatan dini (early warning sistem)

Ini merupakan langkah-langkah praktis dalam meminimalisasi gelombang Tsunami yang terjadi tentu bukan hal yang mudah karena pada umumnya di dalam penerapan tahapan ini haruslah di sokong oleh perencanaan sistematis di dalam perencanaan kota. Akan menjadi sulit memang dikarenakan hampir semua kota pesisir di Indonesia lebih khusus lagi di Sulawesi Utara belum mempunyai platform kota dalam menghadapi gelombang Tsunami, dan ini jelas bahwa kita masih terkonsentrasi di dalam menata ruang publik untuk kepentingan bisnis semata dan belum memperhatikan aspek-aspek yang berhubungan dengan keselamatan ruang publik tersebut apalagi nyawa manusia.
















{ 0 komentar ... read them below or add one }

Posting Komentar